Thursday 26 November 2015

Gunung Budheg

Untuk mencapai gunung budeg, tidaklah sulit, dari alun-alun Kota Tulungagung silahkan ke selatan, kira-kira 10 km, setelah itu silahkan bertanya pada warga sekitar. Hehe. Namun bila malam hari, anda tidak usah bertanya, dapat melihat lampu yang ada di gunung Budeg. Lampu itu seolah menunjukkan bahwa “ini lho yang kamu cari”.
Gunung Budeg memiliki dua jalur pendakian yakni lewat jalur selatan dan Utara. Kedua jalur ini memiliki keunikan masing-masing. Seperti  jalur Utara yang menawarkan goa Tritis, patung jogo budek, dan Puncak gunung Budeg. Jalur utara sudah mulai dilewati semenjak tahun 1979. Wisatawan pada saat itu tidak bertujuan untuk mencapai puncak gunung budek namun bertujuan untuk melakukan wisata sejarah di Goa tritis atau patung Jogo budek. Kedua tempat ini memiliki mitos yang diyakini hinggi sekarang. Meskipun berada pada lahan perhutani, jalur utara dikelola oleh Juri Kunci yang ditugaskan dari dinas Purbakala.

 
sedangkan jalur selatan menawarkan puncak gunung budeg. Sebelum mencapai puncak, wisatawan harus melakukan registrasi di pos  pendakian. Pos ini dikelola oleh LMDH Wono Yoso yang dibentuk pada tahun 2006. Jalur selatan memiliki fasilitas, kamar mandi, aula untuk 100 siswa dan tempat yang lapang, sehingga, meskipun jalur ini dibuka baru-baru saja namun sudah mampu menyedot wisatawan lebih banyak daripada jalur Utara.  Selain untuk wisata, juga sering digunakan untuk Diklat osis, PMR, Pramuka dan kegiatan sekolah yang berbasis edukasi. 


jalur selatan sudah melakukan kerjasama dalam pengelolaan sampah dengan Bank Sampah Wajak Kidul. Kerja sama itu berupa pengambilan sampah oleh bank Sampah. Ketika melakukan registrasi, wisatawan didata membawa barang apa saja yang potensi menjadi sampah. Bila saat kembali tidak membawa sampah sesuai yang didata akan dikenakan denda 50.000. hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga agar gunung budeg tetap bersih.
wisatawan yang akan melakukan pendakian lewat jalur ini akan dimintai pernyataan bahwasannya mereka tidak akan melakukan hal-hal yang mungkin akan berpotensi merusak alam seperti halnya menbuang sampah sembarangan ataupun melakukan penebangan terhadap pohon-pohon yang ada di hutan. Jika ada wisatawan yang melakukan hal tersebut akan di kenai denda yang besar, untuk pembuangan sampah sembarangan dikenai biaya denda Rp50.000 sedangkan penebangan pohon Rp 1.000.000.
Gunung budeg menawarkan melihat matahari tenggelam maupun matahari terbit. Demi untuk melihat matahari terbit banyak pengunjung yang datang pada malam hari, mereka menginap di sini. Bila wisatawan tidak memiliki tenda dan alat penginapan. Pos dijalur selatan menyediakan dengan system sewa. gunung budeg mulai dikenal wisatawan ramai pada tahun 2014. Puncak pengunjung biasanya saat musim penghujan karena saat itu langit sedang indah.  dengan biaya registrasi Rp 5.000 per orang. Biaya ini digunakan untuk pengelolaan, perawatan dan pembaruan sarana prasarana yang ada.





Foto diambil dari facebook. gunung budheg learning center

Kolaborasi Reog Ponorogo Cahaya Budaya di Diesnatalies SMA N 1 Ngunut



Awalnya sederhana, hanya mengenalkan reog ke mereka. Ah bukan, hanya mengajak mereka menari reog Ponorogo tepatnya. Kok bukan reog Tulungagung? Mungkin ada yg bertanya demikian. Bukan diskrimani atau tidak cinta produk lokal. Hanya kebetulan saya lebih ngerti reog Ponorogo dibanding reog Tulungagung.
Hari ini adalah hari terakhir kami bekerjasama untuk event ini, diesnatalies SMA N 1 Ngunut. meskipun tergolong baru, kami sudah melakukan beberapa kali kolaborasi tanpa ikatan tetap dengan kelompok lain. Mungkin ini yg terlama sekitar 2 bulan mulai proses hingga pementasan. Proses 2 bulan bukan dilalui dengan lancar-lancar saja, pasti ada dinamika mulai dari tari yang itu-itu saja, hingga jadwal latihan yang berbenturan dengan jadwal les, tambahan di sekolah atau malah jadwal kencan mereka. Untungnya kami sanggup menjalani hal tersebut.
Dalam waktu tersebut, sangat jarang saya mengajak mereka diskusi, ngobrol atau bercanda diluar jadwal latihan. Banyak hal yang dulu saya pegang, untuk Pementasan SMA ini saya serahkan pada Ebrin (biasa dipanggil pitik). Mulai dari proses negoisasi biaya hingga pementasan, sangat sedikit saya ikut campur. Begitupula untuk kekaryaan, kebetulan kita sudah punya karya yang hampir jadi, sehingga tinggal tambal sulam. 






Hingga tiba hari pementasan,  Ebrin masih memegang kendali dengan baik. Hal ini tentu tidak dapat dilalui sendiri, pasti ada dukungan dari pihak sekolah, penari, dan kru, kalian semua luar biasa. Hingga selesai pentas, kami sempat ngobrol basa-basi, sedikit curhat dan ucapan terima kasih.
 setelah pentas, saya kebetulan satu pikep dengan anak2 SmA tsb. Kami pun saling bercerita. Mulai dengan almamater yg sama hingga kisah asmara. Biasa, anak muda, selalu asmara untuk bumbunya. Semacam "realita cinta dan reog n roll". Yg menarik, ketika hampir sampai base camp, terlihat gurat kekecewaan di wajah mereka. Bahkan ada yg sempat berujar. Yah, sudah sampai, padahal ini terakhir kita bertemu. Seolah-olah sudah tidak ada waktu untuk besok, atau sedemikian kangennya mereka dengan saya ( hahahaa).
Bukankah setiap pertemuan pasti ada perpisahan? Mengutip salah satu kata seorang teman. "Pertemuan adalah perpisahan yg tertunda".
Selamat, kalian warbiasa. Sampai jumpa di event selanjutnya.