Tuesday 26 September 2017

Baris Umum Ngunut 2017

Setiap tahun Kecamatan Ngunut menggelar lomba baris berbaris. Rute tahun ini seperti tahun-tahun sebelumnya, Start dari Desa Balesono dan Finish di Perempatan Kidangan. Dulu, baris ini dimulai dari desa Kates Rejotangan hingga Kidangan. Jauh dan juga melewati 2 kecamatan.

Tahun ini peserta Putra sebanyak 98 Grup dan putri 68 Grup. antusias peserta sangat terasa, apalagi di dekat START, semangat yang meluap dan juga tenaga yang masih utuh. meski ada satu dua yang ikut dimeriahkan dengan "aqua Bekas".

peserta tidak hanya berasal dari wilayah Ngunut, ada yang dari Rejotangan dan Sumbergempol. Memang sekarang lomba baris bisa dinikmati dengan gembira, tidak melulu serius. ada sebagian yang menggunakan kostum bertema kan polisi, tentara, AAL dan ada juga yang pakai celana pendek, kaos oblong, sambil merokok. dan ya, kita memang Bhineka.

yel yel tiap grup akan terdengar mulai start hingga finish. seolah semangat mereka ndak habis habis.

lagu lagu dangdut yang dinyanyikan bersama seolah memberi isyarat bahwa kami masih kuat.

"Kuat dilakoni yen ra kuat ditinggal ngopi"

salah satu penggalan lirik lagu dangdut bojo galak yang banyak dinyanyikan.

ada juga yang menyanyi

iki piye iki piye iki piye
gerak jalan, adohe kok koyo ngene

lagu itu merupakan penggalan cucak rowo nya didi kempot.

yg menurut saya asyik adalah ketika ada rombongan baris yang menggunakan kostum pemuka agama di negara ini. ya, Kami Indonesia, Kami Pancasila.

Thursday 27 July 2017

Pengabdian Masyarakat Mahasiswa ISI Surakarta (Solo) dan ISI Jogjakarta di Tulungagung

Banyak mahasiswa yang sudah familiar dengan kata tri darma perguruan tinggi. Yang meliputi pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Pendidikan dan penelitian tentunya lebih sering terjadi di wilayah kampus. Meski ada beberapa penelitian yang melibatkan masyarakat atau wilayah diluar kampus. Hasil dari pendidikan dan penelitian dapat diaplikasian pada masyarakat. Bukankah ilmu itu aplikatif?

Di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menyebutkan bahwasanya perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Pasal 20 Ayat 2 (Gopena.com). undang-undang ini menekankan bagaimana pentingnya tridarma perguruan tinggi. Beberapa kampus mengadakan KKN (Kuliah kerja Nyata) sebagai implementasi dilaksakannya pengabdian pada masyarakat.

Namun tentunya tidak harus menunggu saat KKN untuk bisa mengabdikan dirinya pada masyarakat. Mungkin hal ini yang mendasari teman-teman Tulungagung yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi ISI Surakarta dan ISI Jogjakarta. Mereka ingin mengabdikan ilmu yang diperoleh selama menjalani pendidikan terutama untuk seni tari.

Ramayana sebuah epos apik yang sudah familiar dimasyarakat mereka gunakan sebagai pertunjukan awal dalam pengabdian masyarakat di Tulungagung ini. Pementasan yang direncakan akan dilaksanakan pada 12 Agustus 2017 bertempat di Lap Pasar Pahing Tulungagung. Acara ini melibatkan lebih kurang 74 Penari mulai dari Tulungagung timur hingga wilayah kota dan Tulungagung barat. 

Tari Kolosal tentunya akan membuat penonton lebih antusias untuk menonton mulai awal hingga akhir. Tari Ramayana yang melibatkan beberapa komunitas seni, bukan hanya penari namun mereka yang ingin belajar menari  bersama begitu mas Andi (ISI Jogja) menekankan pada kami Cahaya Budaya ketika pertama kali diajak terlibat untuk ikut pada proyek pertunjukan ini. 

Keberanian mereka untuk mengajak siapa saja yang ingin terlibat tentunya akan mengalami kendala yang lumayan rumit. Apalagi bila penarinya tidak familiar dengan musik tradisi. "ngepasne Kendangan atau gong" begitu biasanya menjadi tantangan tersendiri untuk mereka yang baru saja terjun di dunia tradisi. Apalagi mengingat mereka juga melibatkan anak-anak SD yang akan menjadi pasukan kera. Tahu sendiri kan bagaimana bila anak-anak SD diajar menari? satu dikasih contoh, yang lain sudah mulai ngomong sendiri. 

Untuk wilayah pengrawit, mereka akan melibatkan temannya yang juga kuliah di ISI, jadi untuk hal ini akan sedikit lebih mudah mengingat teman-teman pengrawit sudah memiliki dasar yang kuat dalam bermusik. Jarak yang sekiranya akan menjadi masalah, Tulungagung-Solo bukanlah jarak yang pendek  dan bisa ditempuh hitungan menit. Lebih tepatnya Jam, bisa 6-7 jam. Tantangan ini sebisa mungkin diminimalisir dengan kecanggihan teknologi.

Kami tunggu pentasnya, semoga berlangsung sukses seperti yang diharapkan. 



Saturday 15 July 2017

Halal Bi Halal SH Terate feat Cahaya Budaya


Biasanya kami diajak kolaborasi sekolahan mulai, sd, smp hingga sma sudah pernah. Kali ini Cahaya Budaya diajak kolaborasi oleh teman teman pencak silat setia hati teratai.

Untungnya tim CB haus akan tantangan akhirnya tawaran tersebut diterima dengan senang hati meskipun di minggu yang kami punya kewajiban pentas reog ponorogo di kediri. Dengan pertimbangan pesilat dari SH terate juga anggota dari grup reog cahaya budaya sehingga kemungkinan garap lebih mudah karena sudah sering main bareng.

Karena ini adalah proses baru, maka diskusi konsep yg biasanya sambil jalan. Saat ini kami harus konsultasi dengan beberapa pesilat SH terate terkait dengan hal yg boleh dan tidak untuk ditampilkan. Kami sadar bahwa setiap organisasi memiliki aturan sendiri entah tertulis maupun tidak.
Saat itu kami mencoba menggabungkan tari reog yg dikhususkan warok dan bujangganong dengan jurus maupun gerakan silat. Setelah memperoleh cukup saran dari SH Terate akhirnya kami memutuskan untuk menggabungkan jurus silat dengan gerakan warok. Sedangkan bujangganong akan ditampilkan pada sesi tersendiri karena saat itu pertunjukan akan ditampilkan dalam 3 sesi.
Eko (boneng), haris (galepo) dan arya (kijor) menjadi penari yg juga pesilat. Sedangkan fonki atau buli dilibatkan pada pementasan bujangganong karena saat proses latihan dia berada di luar kota. Sumpah Bul, Ibukota kejam.
pertunjukan ke 2

pertunjukan ke 3
Diantara mereka Haris ditunjuk menjadi penata tari dan silatnya. Pemilihan ini bukan tanpa dasar, para penari menganggap Haris memiliki referensi yang lebih baik dibanding lainnya. Hal ini dapat dilihat kesehariannya, ketika ngopi di rumah Ebin yang lain lebih memilih nge game atau nonton film xxx. Sedangkan haris lebih memilih untuk melihat karya tari yang dapat dijumpai di Youtube.

video ke 3 bisa lihat disini

Pada sesi pertama kesan warok terlihat mendominasl meski sudah dikolaborasi dengan jurus dan gerakan silat. Hal ini semakin diperkuat dengan iringan musik reog ponorogo yang kuat.

Sesi ke 2 kami mencoba menggabungkan jurus tunggal Ipsi yang dipandu dengan jurus ganda atau model perkelahian. Ekplorasi terjadi dengan baik meskipun kurang maksimal, karena proses ini hanya terjadi seminggu sebelum pementasan.
Dua hari menjelang hari H halal Bi Halal hasil latihan coba kami tunjukkan disenior sekaligus untuk mencoba tempat pementasan yang berada di Balai Desa Sumberjo Kulon. Tempatnya sempit karena harus berbagi dengan undangan. Belum dengan Tiang yang berada di balai desa juga menjadi pertimbangan kami untuk sesegera mungkin mencoba tempat pementasan.

Ditengah kami mencoba tempat datang Mas Qomar yang merupakan salah satu sesepuh pencak silat Setia Hati di wilayah Ngunut. Kedatangan beliau seolah memberi support tambahan yang kami perlukan. Kritikan dan tambahan untuk karya yang akan dipentaskan sangat terasa memberi nuansa silatnya lebih greng. Mulai dari ketegasan dan beberapa pilihan jurus atau gerakan yang kami pilih sebelumnya.

Hari Sabtu tiba, kami berangkat sekitar jam 19.00. Sebelum berangkat teman-teman dari grup singo joyo argo kelud kediri datang. Akhirnya kami ajak sekalian untuk ikut acara ini.




Mas, aku kaploken. Tiba tiba haris bilang begitu. Ya sudah "plak".


Saat itu saya sadar bahwa bukan hanya Haris yang nervous namun hampir semua pemain. Hal ini sangat terasa pada pertunjukan sesi pertama beberapa gerakan terlihat salah dan kurang mantab. Anggap saja itu sebagai kecelakaan panggung.

Pada pertunjukan ke dua semangatnya mulai terasa meskipun ada sedikit kesalahan lumayan fatal. Apalagi saat jurus ganda, eko boneng sempat terlambat bergerak untungnya haris mampu menyadari dan tidak terjadi kecelakaan.

Begitu istirahat untuk sesi ke 3 disaat teman yang lain ganti pakain ganong. Buli masih duduk dekat saya.
Loh bul gak melu ngganong?
Klambine piro mas?
Yo lak kurang wak ane Galepo jaluken.
Isin mas.

Akhirnya mau tidak mau, saya yang ngomong. Dan akhirnya buli ikut nari ganong sedangkan galepo tidak memakai pakain bujang ganong. Dia menggunakan kaos sh terate dan celana hitam. Di tengah pertunjukan Galepo dipanggil untuk turut ngganong. Meski dengan persiapan yang mepet untung saja teman-teman bisa menghibur penonton dengan sukses.

Terima kasih SH Terate dan Semua yang terlibat.



Monday 10 July 2017

Arumba Ndoro Bei Sumberjo Kulon

Seperti umumnya grup ronda yang ada di Tulungagung, Arumba (alunan rumpun bambu) Ndoro Bei memulai dengan alat seadanya. Seperti kentongan dan sebagainya. Kalau berdiri sekitar tahun 2007, cm masih grup ronda mas hehe begitu kata Zidni yang merupakan salah satu sesepuh atau pelopor berdirinya Arumba Ndoro Bei.


Mulai berubah ke arah grup calung sekitar tahun 2016, jadi skitar 9 tahun masih menggunakan alat seadanya. Pengaruh Youtube dirasa cukup kuat untuk memberikan perubahan, begitu juga bagi Ndoro Bei ini. Mereka berani berubah setelah sering melihat pertunjukan angklung saung mang udjo di Youtube. Diakui atau tidak garapan musik mereka akan terasa kesan saung mang Udjo.

Grup ini berada di Desa Sumberjo Kulon, Kuburan Ngetal begitu biasanya orang akan berpikir ketika mendengar nama Sumberjo Kulon. Kuburan ini dulu memiliki cerita yang masih bisa ditanyakan pada orang yang usia 40 an keatas tentang bagaimana kuburan ini bisa terkenal. Kebetulan Ndoro Bei berada di barat Kuburan Ngetal kurang lebih 100 meter. Rumah Zidni digunakan sebagai base camp sekaligus tempat latihan.

video bisa lihat disini , disini

Layaknya grup ronda yang lain untuk membeli alat mereka menggunakan system patungan atau iuran seikhlasnya. Hingga akhirnya mampu membeli alat seperti yang sudah ada sekarang ini.

Meski terbilang masih baru, grup ini sudah menorehkan prestasi yang patut diacungi jempol. Diantaranya menjadi juara 2 ronda kreasi yang diadakan Warkop Sor Tower. Menjadi juara 2 di lomba kreasi yang diadakan Pandowo FM.

saat mengisi acara rainbow gathering

saat mengisi acara rainbow gathering

saat mengisi acara rainbow gathering

Selain itu, mereka juga ikut mengisi acara Rainbow Gathering yang diadakan di desa sedayagunung kecamatan Besuki. Rainbow Gathering sendiri adalah acara kelas dunia yang mengharuskan pesertanya meninggalkan alat-alat modern saat acara. Mereka berasal dari Negara yang berbeda dengan suku yang berbeda pula. Event ini diselenggarakan sebulan penuh.

Anggota yang masih muda tentunya memiliki kesibukan masing-masing, ada yang sekolah, bekerja, hobi volley, futsal. Meski punya kesibukan yang berbeda mereka akan bisa kumpul bareng ketika Ronda dimulai atau saat latihan digelar.

Musik ronda merupakan musik musiman, selain musim Ramadhan kegiatan ini sangat jarang dijumpai, meskipun ada orang yang mengundang untuk acara hajatan. Namun undangan ini dirasa masih kurang untuk tetap membuat grup calung bergeliat dan semarak seperti bulan Ramadhan.

Bagaimana? Mau ikut ngundang? Silahkan datang ditempat latihan atau langsung hubungi mas Zidni. 

Saturday 24 June 2017

Calung Gareng Punk Jabalsari

oleh : ebin

Hampir setiap bulan kami menjalani proses. Entah proses penggarapan sendratari bersama anak sekolah, proses internal kami maupun proses lainnya diluar Sanggar kami Cahaya Budaya (CB) . Hal ini sudah berjalan selama satu tahun. Bosen? Capek? Emosi? Stres? Ah..Ya. Sudah pasti jadi satu. Namanya proses, ditengah tengah perjalanan kami, ada teman yang memilih berhenti berproses bersama kami. Mungkin dirasa kurang menarik dan sebagainya lah. Untungnya kami sudah punya tim solid yang biasa melewati proses demi proses.

Memasuki bulan Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk kami sejenak merefresh pikiran, melepas kejenuhan, menyusun strategi baru atau mungkin berkegiatan yang bersifat keagamaan. Karena dalam proses juga harus diimbangi dengan berdoa serta mendekatkan diri kepada Tuhan.

Namun tak seperti apa yang saya bayangkan. Ternyata di bulan Ramadhan kami CB mendapat beberapa tawaran dari grub ronda  untuk membantu menggarap musik. Tentu, jika kami menolak ajakan tersebut terasa sombong. Ya sudah, akhirnya kami sepakat untuk menerima tawaran tersebut.

Ngomong tentang Ramadhan. tak akan lepas dari Ronda. Pernahkan anda melakukan ronda keliling kampung membangunkan orang sahur ? Saya yakin diantara anda pasti pernah melakukannya. Lantas apa saja alat anda pakai saat ronda? Setiap daerah tentu memiliki cara masing masing. Ada yang bawa kentongan, ada pula yang keliling menggunakan sound system dan lainnya.

Bila bermain ke Tulungagung, anda akan punya cerita menarik tentang ronda keliling. Anak muda Tulungagung menyebutnya dengan Calung. Sekitar tujuh tahun lalu calungan mulai ada di Tulungagung, dan sekarang perkembangan musik ini cukup pesat. Musik calung tersebut dimainkan enam sampai dua belas orang, tergantung kreativitas grub. 

Calung terdiri dari beberapa alat musik, yakni drum, kendang, gambang bambu 1 dan 2, calung/angklung, bass yang terbuat dari bambu, kecer dan sebagainya. Biasanya mereka keliling menggunakan sepeda motor sambil bawa alat. Bukan hanya sebatas ronda keliling saja, tapi calung/musik ronda seperti ini seringkali dilombakan. Biasanya lomba diadakan di warung kopi atau radio yang ada Tulungagung. Pesertanya bukan hanya lokal saja, namun hingga merambat kewilayah karisidenan Kediri.

Salah satu grub calung yang meminta bantuan kami berasal dari desa Jabalsari. Awal mulanya, Jecky adik kelas saya sewaktu SMA  minta tolong untuk mengajari cara bermain kendang jaipong. Ternyata saat bulan Ramadhan saya dimintai tolong lagi bermain kendang di grup calungnya. Saat itu grup Jecky mendapat job main di Desa pandansari. 

Sebenarnya grub calung ini sudah ada tukang kendangnya, namun dia memilih bermain bass bambu. Oke, saya mengiyakan ajakan tersebut. Satu persatu saya mulai berkenalan dengan musisi grub tersebut. Zaki, Alun, Dion, Doris, Udin dan beberapa teman lainnya (maaf yang lain tidak disebut, saya lupa namanya). Malam itu adalah pertama saya gabung dengan mereka. Sebelum berangkat ke Pandansari, kami melakukan latihan terlebih dahulu agar nanti pada saat bermain tidak salah paham antara satu dengan lainnya. 

Bertempat di pelataran masjid dekat dengan rumah Zaki, kami berlatih hingga dua lagu terlewati. Akhirnya kami berangkat ke Desa Pandansari untuk memenuhi job. Sampai disana kami memainkan beberapa lagu. Satu, dua, tiga lagu sukses. Hingga sampai di penghujung acara, Alhamdulilah lancar tanpa halangan.
saat perform di Pandowo FM

Kru dan pemain Gareng Punk

Pada bulan ramadhan seperti ini radio Pandowo selalu mengadakan event lomba ronda kreasi. Kebetulan mas Tomy yang selalu jadi host dalam acara tersebut kenal dengan saya. Mas tomy menawarkan kepada saya untuk mengisi acaranya "mas brin ayo ngisi ronda". saya langsung mengajak temen calung dari Jabalsari. Karena grub saya (Surapuri) sudah terlebih mengisi disana.

Saya ngobrol dengan ketua calung Jabalsari, Zaki. 
"Mak ayo ngisi acara nang pandowo". Dia terlihat agak ragu karena kesiapan timnya kurang matang. Setelah ngobrol lewat whatshap si Zaki mengiyakan tawaran saya untuk mengisi di pandowo. 
"Lha latiane iki mengko piye mak, lagune opo ae?" kata Zaki. "Ayo kita latian bareng?"
Akhirnya kami (grup CB) sepakat untuk membantu mereka dalam menentukan lagu dan aransemennya.

Video bisa klik di sini, sini, sini

Latihan perdana Goes to Pandowo, Maman menjadi tukang kendang, lalu Cindy di bagian vokal. Karena waktu pementasan satu jam, kami akan membawakan enam lagu. Diantarannya ada Jambu Alas, Kangen Suarane (precil), Ojo Nguber Welase, Lungset, Pokoke Joget dan Banyu Langit. Kami hanya punya waktu lima hari untuk latihan, jadi agak ngebut. Saat itu formasi personil calung yang kami tentukan adalah, Maman (kendang), Alun (drum), Dion (gambang 1), Jecky (gambang 2), Zaky (bass) dan Udin (kecer).

Menurut saya ada yang unik dari grub ini. Zaki selaku ketua bukannya sibuk mencari materi lagu untuk persiapan timnya, tapi malah bingung mencari nama yang tepat untuk grub. Akhirnya, entah bermimpi apa semalam. Dia menamai grubnya dengan nama "Gareng". Lalu dia memberi tahu kepada saya bahwa itu adalah nama grubnya. 
"Mak jenenge kuwi, tambahono opo ngono ben mening" kata zaki kepada saya. 
Saya mengusulkan "piye lak ditambahi PUNK, dadine jenenge malih Gareng Punk". 
"Hooh mak, orapopo" kata zaki. 
Kami sepakat bahwa nama untuk pementasan di Pandowo menggunakan nama Gareng Punk.

Hari kedua proses tiba tiba salah kawan (Mas dimas) menghubungi saya. Bahwa di warkop Sor tower akan diadakan tehnical meeting untuk lomba ronda kreasi. Pada saat itu saya menawarkan kepada Gareng Punk untuk mengikuti lomba disana. Nampaknya ajakan saya belum direspon secara positif. Karena kata Zaki, mereka belum siap untuk mengikuti lomba, materi lagu juga belum menguasai sepenuhnya. 

Jadi sebenarnya ikut lomba itu bukan bagaimana kita bermain baik dan meraih juara, tapi lebih membentuk karakter grub dan melatih mental dan jam terbang.

Saat kami menggelar latihan untuk persiapan di Pandowo. Saya mencoba ngobrol ke seluruh personil Gareng Punk. Yang intinya berani atau tidak bila kita ikut lomba di Warkop Sor Tower ? Jawaban meraka tetap masih sama dengan kemarin. Semua main tidak berani ikut lomba, dengan alasan masih belajar.

Hari ketiga kami berproses. Saya mencoba nego kepada Zaki. 
"Piye zak bocahmu jik panggah durung wani"? 
"Laiyo to, sak jane lak aku wani ae. Tapi bocah2 lo sik durung wani". Kata Zaki. 
Saya mencoba meyakinkan dia, karena saat itu hanya dialah yang bilang kalau berani ikut lomba kepada saya. Akhirnya Zaki ngobrol dengan temannya.

Waktu latian dimulai. Saya menanyakan tentang tawaran mengikuti lomba di Warkop Sor Tower. Saya tanya satu persatu terkait keikutsertaan ini. Entah apa yang dilakukan Zaki kepada temannya. Pada saat latian tersebut Gareng Punk memberi tanggapan yang positif, bahwa mereka berani ikut lomba. Namun ada satu anak yang masih ragu. Doris (calung). Dia tampaknya nggak berani ikut lomba, katanya malu dan takut salah bermain calung. Padahal jika kita ikut lomba harus full tim. Doris adalah penentu Gareng Punk jadi ikut lomba atau tidak. 

Semua memaksa Doris, membutuhkan waktu beberapa menit untuk merayu dia. "Wis dijajal disik ris, ora juara ora masalah. Sing penting awake dewe ikut serta, itung-itung nambah pengalaman." Dan akhirnya dia mau ikut lomba.

Tentu saja, jika kami ikut lomba harus mempersiapkan lagu yang terbaik agar bisa tampil maksimal.
Kami resmi iku lomba di Warkop Sor Tower untuk pertama kalinya. Pentas 14 juli 2017 di Pandowo FM dan malamnya bermain di Sor tower.

Lomba di warkop sor tower bisa baca disini

Setelah pentas di Pandowo, alat tak langsung dibawa pulang, namun kami titipkan di Aula radio. Malam telah tiba, waktunya kami pentas di Sor tower. Dengan penuh cemas, dan gemetar tim Gareng Punk memasuki tempat pementasan. Kami main jam kedua. Setelah pementasan grub calung dari Sumberjo Wetan, saatnya giliran kami pentas. 

Lagu pembuka adalah Banyu Langit, lalu dilanjutkan Kangen Suarane. Pada saat lagu kangen suarane ada sedikit kesalahan komunikasi, akhirnya lagu yang kami bawakan untuk penjurian kurang maksimal. Tapi alhamdulilah bisa selesai. 

Gareng Punk menunggu pengumuman dari pihak warkop sor tower lolos ke semi final atau tidak. Pengumuman tiba, Gareng Punk dinyatakan tidak lolos ke babak selanjutnya.

Sudah jelas Gareng Punk merasa kecewa atas kegagalan ini. Namun kesempatan masih terbuka untuk kalian. Jangan menyerah, tahun depan harus bisa tampil lebih maksimal lagi. terus belajar dan belajar.

Mengutip kata GUS MUS 'Kita boleh berhenti sekolah tapi jangan sampai berhenti belajar'




Friday 23 June 2017

Jomblo dan Cerita Surga Tentang Pernikahan

Menjadi jomblo merupakan salah satu tantangan yang bertumpuk-tumpuk. Makanya tidak semua  orang mampu menjalaninya dengan baik dan benar. Sampai halal begitu biasanya kami menguatkan diri.

Lebaran, halal bi halal dan reuni adalah tempat dimana seolah jomblo adalah kesalahan genetic.  Lebaran misalnya merupakan satu dari sekian cobaan jomblo, pertanyaan kapan nikah? Mana calonnya? Loh kok masih sendiri? Bukanlah pertanyaan yang tidak bisa dijawab. Hanya saja hal ini merupakan pertanyaan yang membosankan dan kayaknya ndak perlu dijawab.

Belum lagi kalau reuni kawan sekolah pertanyaan ini menjadi lebih berat untuk dijawab. Reuni yang seharusnya bisa menjadi ajang silaturahmi yang menarik menjadi seperti medan perang. Kita para jomblo tahu kalau nikah itu enak. Tentunya kita juga tahu bahwa ndak selamanya enak, pasti ada ndak enaknyalah.

Nah reuni yang kami harapkan adalah mereka yang sudah nikah menawarkan saudaranya, kenalannya atau siapalah pada kami. Siapa tahu cocok. Jangan malah diceritakan pas ndak enaknya. Yang mertua galak, ternyata pasangannya brengsek atau kesulitan beli susu. Pliss jangan lah.

Reuni kali ini saya harus dihadapkan dengan permasalahan keluarga salah satu kawan. Dia sudah pisah, single parent sekarang. Duh, menjadikan keinginan kami untuk move on jadi drop separuh.


Mbak mas, kita pingin cerita surga. Bukan neraka yang seperti njenengan alami. Jangan-jangan saat anda memilih pasangan dulu hanya bertujuan untuk mengendurkan syaraf yang tegang atau malah hanya untuk agar tidak disebut jomblo. Kan jadi gimana gitu.

Final Lomba Ronda Kreasi Warkop Sor Tower 2017

Tiada lomba yang tak berakhir, Musim ronda adalah salah satu moment menghidupkan kembali kreativitas dalam memainkan musik keliling kampung dini hari tanpa ada yang marahi. Asyik kan, Budaya ini belum tentu ada di luar Indonesia. Salah satu saudara sahabat saya yang berasal dari Singapura sangat senang bila diajak ronda. Katanya kalau di Singapura berisik malam hari bisa di denda dan berurusan dengan aparat keamanan.

Moment berkreativitas ronda hanya terjadi di bulan Ramadhan, selain itu? wah bisa rame se RT. Ronda di wilayah Tulungagung sudah berbeda dengan 5-7 tahun yang lalu. Jika saat itu masih menggunakan kentongan, drum air, dan alat tradisional lainnya, sekarang sudah berubah membawa calung, angklung, dram dll.

Warkop sor Tower yang berada di Gang Roda Ngunut Tulungagung menangkap sinyal ini. Untuk memaksimalkan potensi yang ada, mereka menggelar lomba ronda kreasi #3. Ya, ini sudah tahun ke 3. Untuk tahun ini diikuti oleh 11 peserta, mereka tersebar di seluruh Tulungagung. Berikut ini nama grup ronda yang ikut lomba di warkop sor tower yang dimulai pada 13 Juni 2017.

1. Putra Bambu
2. Amumba
3. SDR
4. Gareng Punk
5. CSW
6. Bamboo Art
7. Gambang Crew
8. Entong Jati
9. Bumbung Asmoro
10. Gareng Crew
11. Arumba Ndoro Bei

Dari 11 peserta ini, mereka tampil tiap malam yang terdiri dari 2 grup. Kecuali malam penyisihan yang terdiri 3 grup. Setelah mereka tampil di babak penyisihan, akan di pilih menjadi 5 peserta yang akan tampil pada babak semifinal pada 20 Juni 2017. Berikut nama grup yang lolos semifinal.

1. AMUMBA
2. ARUMBA NDOROBEI
3. SDR
4. BAMBU ART
5. GARENG CREW


Selanjutnya peserta yang lolos semifinal akan ditampilkan pada final lomba Ronda Kreasi Warkop Sor Tower 2017 yang dilenggarakan 24 Juni 2017. Pada final ini dipilih 4 grup ronda terbaik yang nantinya akan ditentukan siapa juara 1,2,3 dan 4. Berikut peserta yang lolos ke Final.

1. AMUMBA
2. ARUMBA NDOROBEI
3. BAMBU ART
4. GARENG CREW


Tentunya saat Final mereka tampil habis-habisan. Untungnya antar peserta rukun hal ini terbukti saling joget dan memberi semangat ketika tim yang lain perform. Meski sama-sama tampil maksimal selayaknya Lomba harus ada yang juara 1, 2, 3 dan 4.

Saling Joget untuk mendukung

Penyerahan Hadiah 


Juara Diumumkan Selamat untuk para juara lomba ronda kreasi#3 Warkop Sor Tower.

1. Gareng Crew. (video bisa klik disini)
2 Arumba Ndoro Bei.
3. Bambu Art (video bisa klik disini)
4. Amumba.


Thursday 22 June 2017

Calung Surapuri (suara ronda Pulosari)


Grup calung atau angklung satu ini sebenarnya sudah dikenal di Tulungagung bagian timur. Tepatnya berada di Desa Pulosari Kecamatan ngunut. Awal mulanya hanya menggunakan kentongan untuk membangunkan orang di saat puasa. Lama-kelamaan akhirnya mampu mengganti propertinya hingga seperti sekarang menggunakan angklung, calung, drum dan sebagainya.

Surapuri in action

Melihat usianya yang sudah tidak muda, pengalaman yang menarik tentu  ada. Salah satunya ketika di undang main di suatu desa. Mereka main dengan totalitas dan tuan rumah juga senang, namun ditengah-tengah permainan ada salah satu tetangganya yang marah dan menyuruh mereka pindah. Untungnya masalah ini bisa diselesaikan dengan baik dan benar.
Saat latihan persiapan pentas di Radio Pandowo
Grup ini termasuk memiliki kekompakan yang baik meskipun tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah desa. Kalau kita melihat adanya hal positif memang seharusnya didukung oleh pemerintah. Bila tidak ada ya sudah, harus jalan sendiri dengan kemampuan dan kreativitas sendiri. Belum lagi bila alat rusak, Nanan salah satu pentolannya pernah cerita bahwa harus mencarikan pinjaman uang untuk beli alat yang baru. 
Salah satu ciri unik dari Surapuri adalah membawa barongan yang biasanya identik dengan grup jaranan. Penggunaan ini juga tanpa alasan, salah satunya agar berbeda dari grup calung yang lain sekaligus menonjolkan kesan “Tulungagung”.
video pementasan bisa dilihat disini, saat lomba di warkop sor tower disini
Untuk prestasi, Surapuri pernah menjadi juara 1 lomba kreasi tahun 2015 di warkop sor tower gang roda Ngunut. Selain itu juga pernah berpartisipasi dalam hari anti narkoba yang bekerja sama dengan BNN kab Tulungagung. Acara ini digelar di alun-alun kabupaten Tulungagung, bersama dengan komunitas lain yang memiliki pemikiran yang sama dalam memberantas narkoba di Tulungagung.

Tertarik untuk mengundang? Silahkan datang ke Pulosari.

Wednesday 21 June 2017

Reog Mini SD Ngunut 1 feat Cahaya Budaya

Reog Ponorogo dimainkan oleh orang dewasa bukanlah hal yang aneh. Namun ketika Reog Ponorogo dimainkan oleh siswa SD, saat itu wajar jika merasa takjub. Ya, kami saat ini sedang melatih siswa SD N 1 Ngunut agar bisa bermain reog Ponorogo, bukan Reog yang dimainkan oleh siswa. Apa beda? tentunya berbeda. Dilihat dari sisi pemain, domisili dan kebiasaan, kami harus bisa mengajak anak-anak untuk bermain reog.


Klono Sewandono yang Gagah perkasa

Namanya anak-anak, jangan harap anda akan mendapatkan tarian yang luwes, serius dan menyeramkan. Jika anda berharap demikian, maaf anda akan kecewa. Karena disini anak-anak bermain reog jadi anda akan melihat anak yang lucu, kenes dan semaunya. Lha wong anak-anak.

Awal mulanya kegiatan ini akan dipentaskan bulan Juli, ada acara di Sekolahan. Namun dipenghujung perpisahan kelas 6 dan sekaligus peresmian gedung kesenian baru. Reog mini diminta untuk ikut mengisi.

Persiapan sebelum Pentas

Latihan biasanya dilakukan hari sabtu bertempat di gedung kesenian SDN 1 Ngunut. Berhubung akan dipentaskan untuk perpisahan maka kami menawarkan agar latihan ditambah. Hari Senin dan Rabu adalah latihan tambahan yang akhirnya disepakati. Namun bukan di gedung kesenian, untuk latihan tambahan bertempat di Desa Pulosari, tempat biasa kami Cahaya Budaya (CB) berlatih.

Pementasan bisa lihat disini

Penari yang awal mulanya 30 berkurang menjadi 20an maklum namanya juga anak-anak yang masih butuh bimbingan orang tua. Apalagi bila latihan tambahan, penari yang datang biasanya kurang dari 20 oke show must goon begitu kata Mas Maman yang kebagian bertanggung jawab untuk latihan SD N 1 Ngunut.
Jathil in Action

Bujangganong yang lincah

Sabar, begitu yang sering kali kami lontarkan kepada rekan-rekan CB. Kata ini sebenarnya lebih tepat untuk kami sendiri agar tidak emosi. Apalagi ketika latihan di Pulosari, tempat kami dekat dengan rel kereta jadi sering kali ketika saatnya menari dan kereta lewat, beberapa penari akan memandang kereta dan mereka berhenti menari untuk melambaikan tangan. Duh.

Mendekati hari H pementasan, tiba-tiba jumlah penari bertambah. Hampir 30 dan, Maman yang biasanya akan senang bila penarinya tambah saat ini dia kelihatan down. Karena pola sudah selesai namun dengan adanya penari tambahan kita harus mengatur ulang pola. Kan jadi kerja dua kali. Keputusan untuk mengikutkan mereka yang baru ikut bukan tanpa dipikir masak-masak. Kita kembali pada tujuan awal, Anak-anak yang bermain Reog Ponorogo.

Hari H tiba, Ibu-ibu sudah terlihat semangat melihat anaknya di dandani. Saat itu saya tahu bahwa the power of emak-emak memang nyata haha. Selesai di rias, anak-anak menuju gedung kesenian untuk tampil. Ternyata penonton sudah membludak. Entah itu penonton dari luar atau Emak-emak dari anak yang ikut pentas. Kami sempat khawatir karena ada yang baru ikut latihan 3 kali dan entahlah, sekali lagi kita hanya bisa berdoa dan Tuhan maha Kuasa.

Aplaus dari Penonton membuat kami yakin pementasan berjalan sukses. Meski ada satu atau dua kesalahan yang menurut kami wajar. Setidaknya saat itu apa yang sudah kami dampingi selama kurang lebih 3 bulan berbuah manis.

Terima kasih untuk semua. Guru, SDN 1 Ngunut, Emak-emak dan semua yang membantu. anda semua Hebat. 

Sunday 18 June 2017

Ronda Calung di Tulungagung

Bulan Puasa identik dengan Sahur. Di beberapa tempat membangunkan orang untuk sahur masih marak terjadi, mulai yang menggunkana alat tradisi hingga yang menggunakan alat modern. ada juga yang menggabungkan keduanya.
Di Tulungagung bagian timur orang-orang ronda sudah mulai tercampur dengan budaya modern. Meski banyak yang masih menggunakan alat tradisi untuk melakukan ronda. Beberapa tahun yang lalu orang akan berfikir bahwa ronda adalah berkeliling lingkungan dengan membawa kentongan. Saat ini hal itu akan sulit dicari, yang ada dalah orang yang melakukan ronda dengan membawa alat angklung, calung, drum dll.



Pementasan di Radio Pandowo
Calung begitu biasanya kami menyebut. Calung terdiri dari angklung, angklung kocok, gong, kenong dan drum. banyaknya grup calung di tempat kami sudah mulai dilirik oleh pihak-pihak yang merasa perlu memberikan ruang dan tempat. Seperti radio Pandowo FM dan Warkop Sor tower. kedua tempat ini hanya sedikit contoh tempat yang memberikan ruang untuk grup calung agar tetap berkreasi.
Bisa dilihat di sini, sini, sini
Pandowo FM misalnya, Radio milik Mayangkara group ini selalu mengadakan ngabuburit di halaman dengar radio pandowo dengan menampilkan grup calung yang ikut lomba kreasi. Meskipun fokus ke Lomba, Pandowo FM juga memberikan kesempatan bagi grup yang tidak ingin ikut lomba, namun ingin berpartisipasi. Biasanya acara dimulai pukul 16.00-17.00.
Sedangkan Warkop Sor tower yang sebenarnya masih berada di wilayah yang sama dengan radio pandowo. Gang Roda Ngunut yang juga terkenal dengan banyaknya warung kopi. Warkop ini menggelar lomba ronda kreasi setelah sholat tarawih atau sekitar jam 20.00-22.00 tergantung dengan lagu yang dibawakan oleh masing-masing grup. Di warkop sor tower, alat elektrik masih bisa diikutkan selama tidak mendominasi.


Adanya lomba ronda ini disikapi positif oleh teman-teman yang tergabung dalam grup calung. dapat dilihat dengan banyaknya grup yang terlibat, entah sebagai peserta maupun sebagai penonton. memberikan ruang untuk silaturahmi begitu kata Dimas, pemilik warkop sor tower.

penasaran? monggo datang ke Tulungagung.

Friday 16 June 2017

Reog Ponorogo Cewek SMKN 2 Boyolangu feat Cahaya Budaya

Tidak seperti biasanya kali ini kami CB (Cahaya Budaya) mendapat tawaran untuk kolaborasi dengan siswi-siswi SMK 2 Boyolangu. Saat itu keponakan Maman (tukang kendang kami) datang ke Rumah Ebin yang biasanya digunakan teman CB untuk ngumpul. Dia cerita bila mata pelajaran pengantar pariwisata akan mengadakan pertunjukan. saat itu teman-temannya ingin menampilkan reog kendang (kesenian khas Tulungagung), namun sebagian merasa sudah terlalu banyak yang menampilkan reog kendang. Maka Bening (keponakan maman) mengusulkan untuk menampilkan Reog Ponorogo dan memilih kami sebagai teman kolaborasi.


Foto Cantik sebelum pentas

selanjutnya kita berbicara konsep pementasan. Menampilkan full sendratari Reog atau diambil perbagian? Pada awalnya mereka ingin menampilkan full namun ketika dirapatkan ternyata memilih untuk hanya menampilkan jatil. ok.

Gladi bersih di Sekolahan

Latihan hari pertama dimulai, yang datang ternyata banyak sekitar 25 orang. Tim CB kaget lha kalo banyak yang ikut kenapa tidak memilih sendratari saja? usut punya usut ternyata mereka bingung dengan biaya. takut kalau nanti membengkak. kalau dari kita tim CB memang ada unsur sosial dimana kita tidak mematok harga untuk pelatihan sekolah dan organisasi yang sifatnya sosial. latihan pertama yang seharusnya jathil saja akhirnya dimulai dengan sendratari minus warok.
kebanyakan anggota CB masih jomblo jadi khusus yang cowok tidak memiliki pengalaman yang memadai dalam mengatur cewek. duh. Tahu sendirikan kalau cewek itu selalu benar. untuk urusan penari Jathil kita pasrahkan pada yang cewek. Sedangkan untuk penari dadak merak, bujangganong dan kelono sewandono dipasrahkan ke cowok.
Dulu kami pernah diwejang bahwa sebagian orang dilahirkan bukan untuk menari. Dan juga tidak untuk tertarik di dunia seni. Namun terkadang mereka terjebak harus melakukan hal-hal demikian. seperti saat ini misalnya.
video bisa klik di sini

Kami harus menyiasati bagaimana agar cewek-cewek ini bisa tampil maksimal, mulai olah tubuh, pelemasan dan juga dimarahi. hingga akhirnya kita menemukan formulasi yang menurut kami pas saat itu, Menggunakan salah satu pentolan mereka untuk memberikan wawasan bahwa pementasan ini yang butuh adalah mereka dan teman-teman CB hanya mengantarkan. 

Hari pementasan tiba, tegang, grogi, takut dan sebagainya berkecamuk. Mengingat tidak semua teman-teman memiliki pengalaman pentas. Apalagi pentas ini akan disaksikan oleh seluruh keluarga besar SMK 2 Boyolangu. akhirnya kelas kami dipanggil, dan semua harus mempersiapkan diri dengan baik. Bermain sesuai dengan latihan, meskipun ada sedikit kesalahan, kalian merupakan satu-satunya grup reog ponorogo perempuan di Kabupaten Tulungagung. Selamat Kalian hebat.


Tuesday 13 June 2017

Reog Ponorogo Cahaya Budaya Feat Pramuka SMA N 1 Rejotangan

Awal mulanya kami hanya mendapat info bahwa diajak kolaborasi teman-teman SMA Rejotangan. saat itu kami tidak berpikir bahwa yang mengajak adalah anggota pramuka. Hingga tiba perwakilan dari Pramuka SMA Rejotangan. Mereka mengajak kita untuk kolaborasi dengan penari dari mereka sedangkan pemain musik dan penata tarinya dari kami (Cahaya Budaya). oke, kita pun mau menerima ajakan ini.

Saat itu siswa kelas XII sedang ujian jadi kami harus menyesuaikan dengan jadwal ujian dari mereka. Padahal saat itu kita juga punya tanggungan dengan siswi SMK 2 Boyolangu, kalau ini semua penarinya cewek. Ditambah dengan siswa dari SD N 1 Ngunut yang kebanyakan masih kelas 1, 2,3 ditambah sedikit dari 4,5 dan 6.

Kami harus mengatur jadwal apalagi Diesntalis SMA Rejotangan kurang lebih 1 bulan dari kita mulai latihan. latihan perdana sempat membuat kami semangat, penarinya banyak tepat waktu dan tidak banyak protes. Melihat antusias yang seperti itu, membuat tim kreatif kami membuat garap tari yang sedikit berbeda dengan sebelumnya. saat itu tim kami menganggap mereka akan mampu membawakan Reog Ponorogo dengan garapan yang lebih berwarna.

Pementasan bisa klik disini

Menginjak pertengahan latihan mulai kelihatan yang loyo, penari yang mengundurkan diri, ogah-ogahan. Hal ini ternyata di luar dugaan kami. Akhirnya kita harus menyusun ulang rencana dan strategi yang digunakan. untungnya mereka (Anggota Pramuka) memiliki jiwa yang solid dan menyukai tantangan.

Menjelang Hari H ada kabar 2 orang anggota tidak bisa ikut latihan, ada usulan dari pembina pramuka untuk memasukkan 2 orang anggota reog cahaya budaya untuk mengisi kekosongan. Oke, untungnya masih ada 2 kali latihan untuk penyesuaian.


Diesntalis dimulai, kami sudah mulai merasa semangat sekaligu grogi. Semangat karena sebentar lagi perjuangan kami akan terlihat hasilnya. Grogi karena angin yang kelihatannya diluar prediksi, apalagi mengingat salah satu pembarong adalah anggota pramuka yang tentunya sangat kurang jam terbang. Kita hanya berdoa, Allah yang maha kuasa.

Pementasan berjalan sukses, meski terdapat sedikit masalah yang untung dapat segera diatasi oleh pemain. selamat kalian hebat. setelah pementasan tidak lupa kami berfoto dengan kepala sekolah dan guru yang juga bangga dengan anak didiknya yang mampu mementaskan sendratari reog Ponorogo dengan baik. 

Tuesday 11 April 2017

Nyadran

Oleh : mahapatih egal egol
Sadranan, atau biasa disebut dengan nyadran bagi orang Jawa. Sadranan sendiri yang penulis pernah ketahui, dilaksanakan di area pundhen makam dengan menggelar tikar sebagai alas. Selain itu juga disertai dengan sesajen yang diwadahi tampah, loyang, dan ember seperti: gunungan nasi kuning, apem, ayam yang diolah ingkungan, kulupan, sambal goreng kentang, tahu yang dibumbui, dan air putih yang dimasukin dalam wadah kendhi. Pelaksanaan nyadran sendiri pada waktu pagi hari, atau sore hari, adapun siang hari tapi pelaksanaannya jarang, dan dipimpin oleh dukun atau tokoh masyarakat setempat yang biasanya dibawa oleh orang penyadran. Di dalam pelaksanaan sadranan, warga setempat juga turut diundang sebagai makmum (peserta sadranan).
Nyadran adalah tradisi yang dilakukan pada bulan Ruwah atau Sya’ban. Pada zaman sebelum Islam, upacara ini diselenggarakan untuk memuja roh para leluhur, selaras Animisme-Dinamisme yang menjadi model kepercayaan masyarakat saat itu. Namun pada saat sekarang, tradisi ini mengalami pergeseran makna dan bentuk, yakni dari pemujaan terhadap roh menjadi ritual untuk menunjukkan bakti seorang anak kepada orangtua. Hal yang menjadi alasan mengapa orang Jawa melakukannya setiap bulan Sya’ban, karena bulan tersebut bulan yang tepat (Sri HIdayati, 2003:2-3). Tradisi budaya nyadran dengan adanya perjalanan waktu, dilaksanakan tidak hanya pada bulan Sy’ban maupun Ruwah, melainkan saat-saat akan diadakannya hajatan pada suatu warga, seperti halnya hajatan pernikahan, pendirian rumah, maupun ruwatan. Bahkan saat menjelang bulan Ramadhan tiba, para warga mengadakan slametan di masjid, mushola, atau makam.
Menurut Bapak Sukriston, arti dari nyadran adalah nyadran, ungkapan rasa syukur atas berkah yang diterima lumantar CiptaanNya, Bumi-Geni-Angin-Lintang-Rembulan-Air-Kayu-Watu dan lain sebagainya, serta memuji kemuliaan bagi arwah pinuji yang telah nyata berjasa, berjuang mengembangkan budi pekerti luhur, berjasa membuka cikal bakal cepuren, desa, wilayah, pejuang kemerdekaan suatu bangsa. Nyadran, menciptakan harmoni hubungan manusia dengan Tuhan, Manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam. Nyadran menjadi modal sosial dan kearifan lokal, Nyadran adalah menyebarkan 'etika' dalam bungkusan estetika tentang kemanusiaan yang adil dan beradap, Manusia berTuhan (Wawancara, 17 Juli 2013).
Sadranan utawa nyadran yakuwi rangkean kegiatan keagamaan sing wis dadi tradisi sing dilakoni nang wulan Syakban (Ruwah) menjelang wulan Ramadhan (Puasa). Tradisi Sadranan wis umum dilakoni masyarakat muslim Asia Tenggara ning kadang beda jeneng karo beda rangkean kegiatane. Masyarakat Jawa, termasuk juga masyarakat Banyumasan ngelakoni tradisi kiye sebagai penghormatan maring arwah leluhur, kerabat/sedulur. Jaman gemiyen acara sadranan dilakoni kanggo pemujaan maring leluhur uga njaluk maring arwah leluhur, sebab dipercaya nek arwah leluhur sing wis meninggal kuwe jane esih urip bareng nang dunia kiye. Upacara sadranan jaman gemiyen nganggo ubarampe sing isine sesajen panganan-panganan sing ora enak dipangan contone: daging mentah, getih ayam, kluwak. Bar Agama Islam melebu, para Wali ngerobah upacara sadranan kiye kanthi cara alus ben pada karo ajaran Islam. Pemujaan karo permohonan maring leluhur dirobah dadi dhonga maring Gusti Allah. Sesajen sing ora enak dipangan diganti dadi sajian panganan sing enak. Upacara sing gemiyen dianakna nang kuburan terus dipindah nang Masjid utawaMushalla/Langgar uga bisa nang omah kerabat sesepuh/pinisepuh (http://map-bms.wikipedia.org/wiki/Sadranan).
Nyadran merupakan istilah dari tradisi kebudayaan yang berada di tanah Jawa. Nyadran identik dengan upacara kematian, slametan yang ditujukan kepada leluhur. Khasanah kekayaan tradisi yang dimiliki oleh orang Jawa memang bersumber dari warisan leluhurnya, dan dipercayai akan membawa nilai-nilai makna tersendiri bagi yang melaksanakan tradisi tersebut. Seiring Islam merajai tanah Jawa terjadilah akulturasi antara nilai-nilai Islam dengan

Saturday 8 April 2017

TRADISI ULUR-ULUR TLAGA MBURET TULUNGAGUNG

Oleh : Mahapatih Geal Geol
Di Desa Sawo, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungangung, yakni di dukuh Buret terdapat bekas peninggalan sejarah yang berupa telaga. Telaga tersebut dimanfaatkan oleh warga sejumlah 4 desa, yauitu desa Sawo, desa Gedangan, desa Gamping, dan desa Ngentrong untuk pengairan 4 desa tersebut. Telaga tersebut berupa sumur dengan garis tengah kurang lebih 75 meter dan di sebut telaga Buret.
Penduduk dari 4 desa tersebut sangat kental mempercayai nilai-nilai magis telaga tersebut. Menurut kepercayaan, yang menguasai (mbau reksa) di telaga Buret adalah Mbah Jigan Jaya. Oleh karena itu, setiap tahunnya pada hari Jum’at legi bulan Sela(penanggalan jawa) diadakan ritual Ulur-ulur di telaga Buret. Ritual Ulur-ulur yang diadakan berupa upacara sesaji atau upacara pepetri. Oleh masyarakat setempat ritual Ulur-ulur telah menjadi adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang mereka. Tujuan diadakannya upacara Ulur-ulur tersebut untuk menghormati para leluhur, yang mendapat kemurahan dari tuhan berupa sumber air, dalam istilah jawa ”CIKAL BAKAL”. Menurut kepercayaan msyarakat setempat apabila tidak diadakan upaca Ulur-ulur di telaga Buret maka masyarakat akan memperoleh kutukan.
Menurut kepercayaan warga setempat, sejarah adanya upacara pepetri atau upacara sesaji di awali dari kejadian yang menimpa penduduk, secara mendadak terkena musibah besar. Banyak warga yang sakit, banyak penyakit yang mematikan. Orang-orang yang sakit tersebut kemudian mendadak meninggal, istilah jawa mengatakan ”pagepluk meganturan”. Pada situasi yang kritis tersebut para punggawa pemerintahan (orang-orang pemerintahan) merasa sangat prihatin melihat kejadian itu. Dan mereka segera bersemedi memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar wilayahnya terbebas dari kutukan itu. Dalam semedinya mendapat petunjuk bahwa yang bisa memulihkan keadaan dan bahkan mampu membuat keadaan wilayahnya menjadi lebih baik adalah dengan mengadakan upacara pepetri atau upacara sesaji ruwatan dan tayuban di telaga Buret.
Ritual Ulur-ulur dimulai dengan tayuban(sejenis nyanyia-nyanyian tradisional). Tayuban dimulai dengan membunyikan gending onang-onang. Gending onang-onang tersebut dipercaya merupakan kegemaran Mbah Jigang Jaya, yakni penghuni telaga Buret. Menurut kepercayaan masyarakat pada saat gending onang-onang di bunyikan yang menari saat itu adalah ”roh” dari Mbah Jigang Jaya, biasanya dibarengi dengan adanya angin bertiup kencang, selanjutnya diteruskan dengan gending-gending lainnya. Selanjutanya adalah memandikan arca Dewi Sri Sedono dan tabur bungan di telaga Buret.
Dalam upacara Ulur-ulur harus disediakan beberapa sesaji, adapun sesaji tersebut adalah sebagai berikut:
Nasi kebule(sega gurih) sekul suci ulam sari, ambeng mule, buceng robyong, buceng kuat, jenang sengkala. Bermacam-macam duadah(jadah)waran, jadah putih, jadah merah, jadah kuning, jadah hitam, wajik, dodol ketan, ketan kinco, bermacam-macam kue sembilan warna.,yaitu: umbi-umbian. Masing-masing warga desa membawa kue yang berbeda warnanya.
Pisang raja, cokbakal, badek, candu, kemenyan, minyak wangi, bunga telon, mori, topi janur, tikar, gantal, gula gimbal,dan kelapa tanpa sabut. Semua dimasukkan kedalam bokor kecuali kendi, tikar, dan topi janur. Semuanya kemudian di larung di telaga Buret.
Telaga Buret teletak di kawasan seluas 37 Ha (Dinas Lingkungan hidup), dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai tempat yang keramat. Menurut kepercayaan masyarakat siapapun yang mengusik wilyah tersebut, misalnya mengambil ikannya, menebang pohon di wilayah tersebut maka akan memperoleh kutukan dari penunggu wilayah tersebut.

Saturday 25 February 2017

Asal Usul Dusun Karang Tengah


Konon pada jaman dahulu kala ada cerita bahwa ada sepasang kekasih yang sedang memadu kasih/melakukan hubungan suami istri di tempat yang dianggap sacral oleh masyarakat pada waktu itu. Tempat tersebut meruakan makam dari salah satu sesepuh yang mempunyai peran penting dalam babad tanah desa pulosari. Saat melakukan hubungan badan, ternyata keduanya “gancet” tidak bisa terlepa. Untuk melepaskan harus ada yang dikorbankan salah satu. Maka dibunuhlah salah satu dari kedua pasangan tersebut. Kejadian ini merupakan yang pertama saat itu, penyebab utamanya adalah “barang tengah” yang menyebabkan mereka gancet dan harus dibunuh salah satu. Maka sesepuh jaman itu menyebutnya dusun Karang Tengah.

Sumber: Sejarah Singkat Babad Desa Pulosari, 2015

Monday 20 February 2017

Reog Mini Cahaya Budaya di Kediri Town Square

Penulis: Ebrin

Jika pada umumnya reyog Ponorogo dimainkan oleh orang dewasa, mahasiswa, SMA ataupun smp, kali ini kami Cahaya Budaya mencoba membuat hal yang baru untuk kami, yaitu dengan membuat tarian reyog ponorogo yang dimainkan oleh anak kelas SD dan TK. Bahkan yang memainkan dadak merak yang dikenal orang sebagai topeng raksasa juga kami pilih yang kecil pastinya. Sekilas terlihat agak sulit jika melatih anak seumuran SD dan TK karena masih semaunya sendiri, namun kami tetap bersabar dan berusaha agar mereka bisa menari, minimal gerak.


Pasca pentas pose dulu



Penulis dan Bujangganong

Setelah berjalan hampir dua bulan proses akhirnya tarian reyog Ponorogo mini ini selesai membuat rangkaian tarinya. Pada minggu 19 februari 2017 Reyog Cahaya Budaya mini diundang Bank Jatim Syariah cabang Kediri untuk memeriahkan acaranya di Ketos. Sudah kedua kalinya kami diundang oleh Bank Jatim Syariah Kediri untuk pentas disana. Alhamdulilah semoga saja cocok.
Pentas dimulai, penonton sangat antusias menyaksikan pementasan kami. Bahkan ada yang berebut mengabadikan momen ini lewat ponsel masing masing. Saya sebenarnya juga kaget ketika melihat kearah penonton, wah gak nyangka jika semua yang menyaksikan bakal tertawa dan seakan terbius oleh penampilan anak kecil yang menari dengan lincahnya terlebih para bujangganongnya. Padahal kami gak berharap jika pementasan kali bakal meriah sampai sejauh itu. Antusias penonton yang demikian mengingatkan saya bahwa setiap individu, kelompok memang memiliki penggemar fanatik tersendiri. Semisal contoh gugun blues shalter, dari namanya saja sudah bisa ditebak bahwa grub band ini jelas menganut aliran blues, bukan aliran keras loh. Grub yang sering dipanggil oleh fansnya GBS ini mungkin terlalu asing ditelinga masyarakat indonesia pada umumnya. Paling saking asingnya gugun blues shalter masih kalah tenar dengan trio macan atau goyang itiknya zaskia. Namun siapa sangka bahwa GBS sendiri memiliki banyak fans yang mayoritas bukan warga indonesia GBS memiliki fans fanatik di Eropa dan Amerika serikat. Setiap kali GBS tampil disana para pecinta blues dan fansnya sudah menunggu datang untuk melihat performnya.
Contoh lagi, grub band asal bandung yaitu mocca. Band ini adalah salah satu band indie dari banyak grub yang ada di Nusantara. Namun siapa bilang mocca ini nggak kondang ? Memang mocca di Indonesia gak banyak memiliki banyak penggemar, namun grub yang satu ini justru berkiprah dan mendapat ruang apresiasi di mancanegara. Seperti Jepang, Singapura hingga Swedia. Saya sebenarnya juga bingung mengapa kedua grub band tersebut malah banyak diapresiasi dinegeri orang namun dinegaranya sendiri kurang.
Hal demikian juga saya rasakan ketika dirumah bersama grup. Kebetulan beberapa anak muda disekitar rumah saya mempunyai bakat dan talenta dikesenian, gak jago sih tapi dalam proses menuju itu. Hingga suatu saat mereka membuat sebuah paguyuban seni, diantaranya Reyog Ponorogo yang berdiri pada tahun 2014 lalu. Alhamdulilah hingga sekarang masih berjalan dengan baik dan beberapa anak muda yang dulunya tidak memiliki kegiatan dirumah setelah mencoba bergabung dengan kami ia memiliki banyak kegiatan. Bahkan yang dulunya bukan penari namun sekarang bisa menghibur dan tampil yang ditonton banyak orang.
 Kelompok kami juga pernah bermain diluar kota bahkan luar pulau seperti bali. Seakan ruang apresiasi itu kurang berpihak kepada kami. Apa mungkin sudah bosan ya ? Padahal yang dibutuhkan seorang atau kelompok yang masih belajar seperti kami ini paling utama adalah tempat dan ruang apresiasi. Jadi jika sebuah gerombolan atau kelompok tersebut kurang mendapat apresiasi ditempat asalnya seiring berjalannya waktu mereka juga akan meninggalkan tempat tersebut dan mencari ruang apresiasi untuk karyanya. Kita ambil saja contoh. Ini ngomong soal cinta. Saya yakin bahwa diantara kalian pernah merasakan yang namanya jatuh cinta kan ? Misal, ketika sedang jatuh dengan seorang cewek apa yang dilakukan untuk cewek itu tersebut ? Pasti kalian ingin memberikan kasih sayang dan perhatian yang terbaik kepadanya, dengan tujuan agar si cewek juga tertarik kepadamu. namun bagaimana bila usahamu itu selalu diacuhkan dan kurang diperhatikan, sakit enggak ? padahal yang dibutuhkan si cowok hanyalah perhatian balik dari si cewek. Gak harus mau jadi pacarnya kok. Masih tetap menunggu kah kalian ? Atau pergi mencari cewek lain ?. Itu semisal hehhe jangan baper ya..


on Stage



on Stage


on Stage


Pembarong junior


Penari Bujangganong




Klono Sewandono


Kembali lagi ke bahasan kita tentang apresiasi. Jadi hal tersebut mirip dengan apa yang kami rasakan. Memang kami melakukan semua hal tersebut dengan senang hati. Dan ini yang menjadi salah satu kami bisa senang, ternyata secara gak sadar banyak orang diluar sana sudah mengapresiasi apa yang telah kami lakukan. Pada waktu itu saya sedang nongkrong di warkop tiba-tiba saja saya ditanya oleh seseorang yang belum saya kenal. Kapan reyognya main mas? Penonton fanatik sebenarnya sudah mulai terbentuk terbukti di beberapa pementasan kami bertemu dengan orang-orang yang hampir pasti mengikuti kami selama masih dalam jangkuan.


Perjuangan yang kami lakukan seolah tidak membuat dukungan dari pemerintah berpihak pada kami. Kami mencoba mengadakan pementasan rutin di balaidesa selain untuk mengisi waktu luang juga untuk memberikan tempat bagi teman-teman yang lain untuk menunjukkna kemampunyanya. Mbok bagaimanapun cinta kami kepada tanah kelahiran ini memang benar benar tulus dari dalam hati, jadi tolong jangan disiasiakan kesempatan yang memang berharga ini. Dan inilah harapan kami. kan eman kalau suatu saat tunas-tunas muda kita di "openi" pihak lain. 

Wednesday 8 February 2017

Raja Kera di Gunung Budheg Tulungagung

Ketika anda ke Gunung Budheg jika beruntung bisa melihat matahari terbit yang bagus, dan juga disaat yang sama dapat melihat awan yang indah. Memang puncak Gunung  Budheg menawarkan dua hal tersebut, namum yang perlu di sadari, namanya bergantung dengan alam, kita tidak bisa memaksa harus ketemu kedua hal itu saat kita mendaki.
Saya pernah melihat tempat yang mirip gunung budheg, mereka memberi nama B29 Lumajang. Sekali lagi ketika kita beruntung kita juga bisa melihat hal yang sama, apalagi dari puncak B29 kita dapat melihat gunung Bromo dari kejauhan. Bedanya, untuk mencapai puncak B29 kita bisa naik sepeda motor, jika tidak berani di sana juga ada ojek gunung. Namun jika anda menginginkan petualangan dan kenangan yang menarik silahkan jalan kaki. Anda akan bertemu dengan mie kriuk di beberapa titik. Berbeda dengan B29, Gunung Budheg tidak bisa kita capai dengan menggunakan kendaraan bermotor. yup, kita harus jalan kaki. Bila takut tersesat atau merasa kurang pengalaman, tenang disana anda bisa mengajak pemandu dengan tarif yang bisa diobrolkan.
Meski di puncak belum tentu bertemu dengan sunrise dan awan yang bagus, tenang saja disana kita masih bisa bertemu dengan kera-kera liar. Kera disana masih lumayan banyak dan kelihatannya sudah tidak terlalu takut dengan manusia, terbukti ketika salaha satu kawan memberi roti kera tersebut berani mengambil dan seolah sudah biasa makan roti. Saya sendiri kurang tahu seperti apa hierarki kera disana yang jelas ada satu kera yang memiliki tubuh paling besar. Ketika kera ini datang, kera yang lain pada menyingkir, takut mungkin atau memang si besar adalah raja kera di Gunung Budheg.





                                                               raja kera sedang makan roti

                                             Anak buah kera sedang mencoba menangkap roti


Awalnya ada salah satu kera yang mendekati kami, kera itu menggendong anaknya yang masih kecil. Salah satu kawan melemparkan roti di dekatnya, tanpa ragu-ragu kera tersebut langsung mengambil roti dan memakannya. Ketika sudah habis, kawan saya memberinya lagi dan kejadian pun berulang hingga tiba-tiba datanglah si Raja kera, maka langsung menyingkirlah kera-kera yang lain.

Saya mencoba memberi roti langsung tanpa dilempar, ternyata raja kera berani mengambil langsung dari tangan saya. wah, ini tambah menarik, hal yang sama coba diulang oleh kawan saya dan ternyata Raja Kera berani mengambil juga. lama kelamaan Raja kera pergi, mungkin dia Bosan, tahu sendiri kan temen-teman saya membosankan makanya mereka jomblo, duh kok curhat. ketika Raja kera pergi, datang kera-kera yang lain untuk ikut menikmati roti dari kami. wah, enaknya....
Tiba-tiba raja kera kembali, dan kera-kera lainnya bubar, kami hanya bisa tertawa melihat hal tersebut. tanpa bisa memihak atau melakukan sesuatu, namun yang jelas kami belajar bahwa di dunia kera, ketika ada yang memiliki badan paling besar, lainnya harus takut hehe. Namun tentu beda ketika di dunia manusia kan?? atau anda masih menganut hal tesebut??


                                                                     Team dibalik layar