Wednesday 21 June 2017

Reog Mini SD Ngunut 1 feat Cahaya Budaya

Reog Ponorogo dimainkan oleh orang dewasa bukanlah hal yang aneh. Namun ketika Reog Ponorogo dimainkan oleh siswa SD, saat itu wajar jika merasa takjub. Ya, kami saat ini sedang melatih siswa SD N 1 Ngunut agar bisa bermain reog Ponorogo, bukan Reog yang dimainkan oleh siswa. Apa beda? tentunya berbeda. Dilihat dari sisi pemain, domisili dan kebiasaan, kami harus bisa mengajak anak-anak untuk bermain reog.


Klono Sewandono yang Gagah perkasa

Namanya anak-anak, jangan harap anda akan mendapatkan tarian yang luwes, serius dan menyeramkan. Jika anda berharap demikian, maaf anda akan kecewa. Karena disini anak-anak bermain reog jadi anda akan melihat anak yang lucu, kenes dan semaunya. Lha wong anak-anak.

Awal mulanya kegiatan ini akan dipentaskan bulan Juli, ada acara di Sekolahan. Namun dipenghujung perpisahan kelas 6 dan sekaligus peresmian gedung kesenian baru. Reog mini diminta untuk ikut mengisi.

Persiapan sebelum Pentas

Latihan biasanya dilakukan hari sabtu bertempat di gedung kesenian SDN 1 Ngunut. Berhubung akan dipentaskan untuk perpisahan maka kami menawarkan agar latihan ditambah. Hari Senin dan Rabu adalah latihan tambahan yang akhirnya disepakati. Namun bukan di gedung kesenian, untuk latihan tambahan bertempat di Desa Pulosari, tempat biasa kami Cahaya Budaya (CB) berlatih.

Pementasan bisa lihat disini

Penari yang awal mulanya 30 berkurang menjadi 20an maklum namanya juga anak-anak yang masih butuh bimbingan orang tua. Apalagi bila latihan tambahan, penari yang datang biasanya kurang dari 20 oke show must goon begitu kata Mas Maman yang kebagian bertanggung jawab untuk latihan SD N 1 Ngunut.
Jathil in Action

Bujangganong yang lincah

Sabar, begitu yang sering kali kami lontarkan kepada rekan-rekan CB. Kata ini sebenarnya lebih tepat untuk kami sendiri agar tidak emosi. Apalagi ketika latihan di Pulosari, tempat kami dekat dengan rel kereta jadi sering kali ketika saatnya menari dan kereta lewat, beberapa penari akan memandang kereta dan mereka berhenti menari untuk melambaikan tangan. Duh.

Mendekati hari H pementasan, tiba-tiba jumlah penari bertambah. Hampir 30 dan, Maman yang biasanya akan senang bila penarinya tambah saat ini dia kelihatan down. Karena pola sudah selesai namun dengan adanya penari tambahan kita harus mengatur ulang pola. Kan jadi kerja dua kali. Keputusan untuk mengikutkan mereka yang baru ikut bukan tanpa dipikir masak-masak. Kita kembali pada tujuan awal, Anak-anak yang bermain Reog Ponorogo.

Hari H tiba, Ibu-ibu sudah terlihat semangat melihat anaknya di dandani. Saat itu saya tahu bahwa the power of emak-emak memang nyata haha. Selesai di rias, anak-anak menuju gedung kesenian untuk tampil. Ternyata penonton sudah membludak. Entah itu penonton dari luar atau Emak-emak dari anak yang ikut pentas. Kami sempat khawatir karena ada yang baru ikut latihan 3 kali dan entahlah, sekali lagi kita hanya bisa berdoa dan Tuhan maha Kuasa.

Aplaus dari Penonton membuat kami yakin pementasan berjalan sukses. Meski ada satu atau dua kesalahan yang menurut kami wajar. Setidaknya saat itu apa yang sudah kami dampingi selama kurang lebih 3 bulan berbuah manis.

Terima kasih untuk semua. Guru, SDN 1 Ngunut, Emak-emak dan semua yang membantu. anda semua Hebat. 

1 comment: