Thursday 27 July 2017

Pengabdian Masyarakat Mahasiswa ISI Surakarta (Solo) dan ISI Jogjakarta di Tulungagung

Banyak mahasiswa yang sudah familiar dengan kata tri darma perguruan tinggi. Yang meliputi pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Pendidikan dan penelitian tentunya lebih sering terjadi di wilayah kampus. Meski ada beberapa penelitian yang melibatkan masyarakat atau wilayah diluar kampus. Hasil dari pendidikan dan penelitian dapat diaplikasian pada masyarakat. Bukankah ilmu itu aplikatif?

Di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menyebutkan bahwasanya perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Pasal 20 Ayat 2 (Gopena.com). undang-undang ini menekankan bagaimana pentingnya tridarma perguruan tinggi. Beberapa kampus mengadakan KKN (Kuliah kerja Nyata) sebagai implementasi dilaksakannya pengabdian pada masyarakat.

Namun tentunya tidak harus menunggu saat KKN untuk bisa mengabdikan dirinya pada masyarakat. Mungkin hal ini yang mendasari teman-teman Tulungagung yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi ISI Surakarta dan ISI Jogjakarta. Mereka ingin mengabdikan ilmu yang diperoleh selama menjalani pendidikan terutama untuk seni tari.

Ramayana sebuah epos apik yang sudah familiar dimasyarakat mereka gunakan sebagai pertunjukan awal dalam pengabdian masyarakat di Tulungagung ini. Pementasan yang direncakan akan dilaksanakan pada 12 Agustus 2017 bertempat di Lap Pasar Pahing Tulungagung. Acara ini melibatkan lebih kurang 74 Penari mulai dari Tulungagung timur hingga wilayah kota dan Tulungagung barat. 

Tari Kolosal tentunya akan membuat penonton lebih antusias untuk menonton mulai awal hingga akhir. Tari Ramayana yang melibatkan beberapa komunitas seni, bukan hanya penari namun mereka yang ingin belajar menari  bersama begitu mas Andi (ISI Jogja) menekankan pada kami Cahaya Budaya ketika pertama kali diajak terlibat untuk ikut pada proyek pertunjukan ini. 

Keberanian mereka untuk mengajak siapa saja yang ingin terlibat tentunya akan mengalami kendala yang lumayan rumit. Apalagi bila penarinya tidak familiar dengan musik tradisi. "ngepasne Kendangan atau gong" begitu biasanya menjadi tantangan tersendiri untuk mereka yang baru saja terjun di dunia tradisi. Apalagi mengingat mereka juga melibatkan anak-anak SD yang akan menjadi pasukan kera. Tahu sendiri kan bagaimana bila anak-anak SD diajar menari? satu dikasih contoh, yang lain sudah mulai ngomong sendiri. 

Untuk wilayah pengrawit, mereka akan melibatkan temannya yang juga kuliah di ISI, jadi untuk hal ini akan sedikit lebih mudah mengingat teman-teman pengrawit sudah memiliki dasar yang kuat dalam bermusik. Jarak yang sekiranya akan menjadi masalah, Tulungagung-Solo bukanlah jarak yang pendek  dan bisa ditempuh hitungan menit. Lebih tepatnya Jam, bisa 6-7 jam. Tantangan ini sebisa mungkin diminimalisir dengan kecanggihan teknologi.

Kami tunggu pentasnya, semoga berlangsung sukses seperti yang diharapkan. 



Saturday 15 July 2017

Halal Bi Halal SH Terate feat Cahaya Budaya


Biasanya kami diajak kolaborasi sekolahan mulai, sd, smp hingga sma sudah pernah. Kali ini Cahaya Budaya diajak kolaborasi oleh teman teman pencak silat setia hati teratai.

Untungnya tim CB haus akan tantangan akhirnya tawaran tersebut diterima dengan senang hati meskipun di minggu yang kami punya kewajiban pentas reog ponorogo di kediri. Dengan pertimbangan pesilat dari SH terate juga anggota dari grup reog cahaya budaya sehingga kemungkinan garap lebih mudah karena sudah sering main bareng.

Karena ini adalah proses baru, maka diskusi konsep yg biasanya sambil jalan. Saat ini kami harus konsultasi dengan beberapa pesilat SH terate terkait dengan hal yg boleh dan tidak untuk ditampilkan. Kami sadar bahwa setiap organisasi memiliki aturan sendiri entah tertulis maupun tidak.
Saat itu kami mencoba menggabungkan tari reog yg dikhususkan warok dan bujangganong dengan jurus maupun gerakan silat. Setelah memperoleh cukup saran dari SH Terate akhirnya kami memutuskan untuk menggabungkan jurus silat dengan gerakan warok. Sedangkan bujangganong akan ditampilkan pada sesi tersendiri karena saat itu pertunjukan akan ditampilkan dalam 3 sesi.
Eko (boneng), haris (galepo) dan arya (kijor) menjadi penari yg juga pesilat. Sedangkan fonki atau buli dilibatkan pada pementasan bujangganong karena saat proses latihan dia berada di luar kota. Sumpah Bul, Ibukota kejam.
pertunjukan ke 2

pertunjukan ke 3
Diantara mereka Haris ditunjuk menjadi penata tari dan silatnya. Pemilihan ini bukan tanpa dasar, para penari menganggap Haris memiliki referensi yang lebih baik dibanding lainnya. Hal ini dapat dilihat kesehariannya, ketika ngopi di rumah Ebin yang lain lebih memilih nge game atau nonton film xxx. Sedangkan haris lebih memilih untuk melihat karya tari yang dapat dijumpai di Youtube.

video ke 3 bisa lihat disini

Pada sesi pertama kesan warok terlihat mendominasl meski sudah dikolaborasi dengan jurus dan gerakan silat. Hal ini semakin diperkuat dengan iringan musik reog ponorogo yang kuat.

Sesi ke 2 kami mencoba menggabungkan jurus tunggal Ipsi yang dipandu dengan jurus ganda atau model perkelahian. Ekplorasi terjadi dengan baik meskipun kurang maksimal, karena proses ini hanya terjadi seminggu sebelum pementasan.
Dua hari menjelang hari H halal Bi Halal hasil latihan coba kami tunjukkan disenior sekaligus untuk mencoba tempat pementasan yang berada di Balai Desa Sumberjo Kulon. Tempatnya sempit karena harus berbagi dengan undangan. Belum dengan Tiang yang berada di balai desa juga menjadi pertimbangan kami untuk sesegera mungkin mencoba tempat pementasan.

Ditengah kami mencoba tempat datang Mas Qomar yang merupakan salah satu sesepuh pencak silat Setia Hati di wilayah Ngunut. Kedatangan beliau seolah memberi support tambahan yang kami perlukan. Kritikan dan tambahan untuk karya yang akan dipentaskan sangat terasa memberi nuansa silatnya lebih greng. Mulai dari ketegasan dan beberapa pilihan jurus atau gerakan yang kami pilih sebelumnya.

Hari Sabtu tiba, kami berangkat sekitar jam 19.00. Sebelum berangkat teman-teman dari grup singo joyo argo kelud kediri datang. Akhirnya kami ajak sekalian untuk ikut acara ini.




Mas, aku kaploken. Tiba tiba haris bilang begitu. Ya sudah "plak".


Saat itu saya sadar bahwa bukan hanya Haris yang nervous namun hampir semua pemain. Hal ini sangat terasa pada pertunjukan sesi pertama beberapa gerakan terlihat salah dan kurang mantab. Anggap saja itu sebagai kecelakaan panggung.

Pada pertunjukan ke dua semangatnya mulai terasa meskipun ada sedikit kesalahan lumayan fatal. Apalagi saat jurus ganda, eko boneng sempat terlambat bergerak untungnya haris mampu menyadari dan tidak terjadi kecelakaan.

Begitu istirahat untuk sesi ke 3 disaat teman yang lain ganti pakain ganong. Buli masih duduk dekat saya.
Loh bul gak melu ngganong?
Klambine piro mas?
Yo lak kurang wak ane Galepo jaluken.
Isin mas.

Akhirnya mau tidak mau, saya yang ngomong. Dan akhirnya buli ikut nari ganong sedangkan galepo tidak memakai pakain bujang ganong. Dia menggunakan kaos sh terate dan celana hitam. Di tengah pertunjukan Galepo dipanggil untuk turut ngganong. Meski dengan persiapan yang mepet untung saja teman-teman bisa menghibur penonton dengan sukses.

Terima kasih SH Terate dan Semua yang terlibat.



Monday 10 July 2017

Arumba Ndoro Bei Sumberjo Kulon

Seperti umumnya grup ronda yang ada di Tulungagung, Arumba (alunan rumpun bambu) Ndoro Bei memulai dengan alat seadanya. Seperti kentongan dan sebagainya. Kalau berdiri sekitar tahun 2007, cm masih grup ronda mas hehe begitu kata Zidni yang merupakan salah satu sesepuh atau pelopor berdirinya Arumba Ndoro Bei.


Mulai berubah ke arah grup calung sekitar tahun 2016, jadi skitar 9 tahun masih menggunakan alat seadanya. Pengaruh Youtube dirasa cukup kuat untuk memberikan perubahan, begitu juga bagi Ndoro Bei ini. Mereka berani berubah setelah sering melihat pertunjukan angklung saung mang udjo di Youtube. Diakui atau tidak garapan musik mereka akan terasa kesan saung mang Udjo.

Grup ini berada di Desa Sumberjo Kulon, Kuburan Ngetal begitu biasanya orang akan berpikir ketika mendengar nama Sumberjo Kulon. Kuburan ini dulu memiliki cerita yang masih bisa ditanyakan pada orang yang usia 40 an keatas tentang bagaimana kuburan ini bisa terkenal. Kebetulan Ndoro Bei berada di barat Kuburan Ngetal kurang lebih 100 meter. Rumah Zidni digunakan sebagai base camp sekaligus tempat latihan.

video bisa lihat disini , disini

Layaknya grup ronda yang lain untuk membeli alat mereka menggunakan system patungan atau iuran seikhlasnya. Hingga akhirnya mampu membeli alat seperti yang sudah ada sekarang ini.

Meski terbilang masih baru, grup ini sudah menorehkan prestasi yang patut diacungi jempol. Diantaranya menjadi juara 2 ronda kreasi yang diadakan Warkop Sor Tower. Menjadi juara 2 di lomba kreasi yang diadakan Pandowo FM.

saat mengisi acara rainbow gathering

saat mengisi acara rainbow gathering

saat mengisi acara rainbow gathering

Selain itu, mereka juga ikut mengisi acara Rainbow Gathering yang diadakan di desa sedayagunung kecamatan Besuki. Rainbow Gathering sendiri adalah acara kelas dunia yang mengharuskan pesertanya meninggalkan alat-alat modern saat acara. Mereka berasal dari Negara yang berbeda dengan suku yang berbeda pula. Event ini diselenggarakan sebulan penuh.

Anggota yang masih muda tentunya memiliki kesibukan masing-masing, ada yang sekolah, bekerja, hobi volley, futsal. Meski punya kesibukan yang berbeda mereka akan bisa kumpul bareng ketika Ronda dimulai atau saat latihan digelar.

Musik ronda merupakan musik musiman, selain musim Ramadhan kegiatan ini sangat jarang dijumpai, meskipun ada orang yang mengundang untuk acara hajatan. Namun undangan ini dirasa masih kurang untuk tetap membuat grup calung bergeliat dan semarak seperti bulan Ramadhan.

Bagaimana? Mau ikut ngundang? Silahkan datang ditempat latihan atau langsung hubungi mas Zidni.