Saturday 25 February 2017

Asal Usul Dusun Karang Tengah


Konon pada jaman dahulu kala ada cerita bahwa ada sepasang kekasih yang sedang memadu kasih/melakukan hubungan suami istri di tempat yang dianggap sacral oleh masyarakat pada waktu itu. Tempat tersebut meruakan makam dari salah satu sesepuh yang mempunyai peran penting dalam babad tanah desa pulosari. Saat melakukan hubungan badan, ternyata keduanya “gancet” tidak bisa terlepa. Untuk melepaskan harus ada yang dikorbankan salah satu. Maka dibunuhlah salah satu dari kedua pasangan tersebut. Kejadian ini merupakan yang pertama saat itu, penyebab utamanya adalah “barang tengah” yang menyebabkan mereka gancet dan harus dibunuh salah satu. Maka sesepuh jaman itu menyebutnya dusun Karang Tengah.

Sumber: Sejarah Singkat Babad Desa Pulosari, 2015

Monday 20 February 2017

Reog Mini Cahaya Budaya di Kediri Town Square

Penulis: Ebrin

Jika pada umumnya reyog Ponorogo dimainkan oleh orang dewasa, mahasiswa, SMA ataupun smp, kali ini kami Cahaya Budaya mencoba membuat hal yang baru untuk kami, yaitu dengan membuat tarian reyog ponorogo yang dimainkan oleh anak kelas SD dan TK. Bahkan yang memainkan dadak merak yang dikenal orang sebagai topeng raksasa juga kami pilih yang kecil pastinya. Sekilas terlihat agak sulit jika melatih anak seumuran SD dan TK karena masih semaunya sendiri, namun kami tetap bersabar dan berusaha agar mereka bisa menari, minimal gerak.


Pasca pentas pose dulu



Penulis dan Bujangganong

Setelah berjalan hampir dua bulan proses akhirnya tarian reyog Ponorogo mini ini selesai membuat rangkaian tarinya. Pada minggu 19 februari 2017 Reyog Cahaya Budaya mini diundang Bank Jatim Syariah cabang Kediri untuk memeriahkan acaranya di Ketos. Sudah kedua kalinya kami diundang oleh Bank Jatim Syariah Kediri untuk pentas disana. Alhamdulilah semoga saja cocok.
Pentas dimulai, penonton sangat antusias menyaksikan pementasan kami. Bahkan ada yang berebut mengabadikan momen ini lewat ponsel masing masing. Saya sebenarnya juga kaget ketika melihat kearah penonton, wah gak nyangka jika semua yang menyaksikan bakal tertawa dan seakan terbius oleh penampilan anak kecil yang menari dengan lincahnya terlebih para bujangganongnya. Padahal kami gak berharap jika pementasan kali bakal meriah sampai sejauh itu. Antusias penonton yang demikian mengingatkan saya bahwa setiap individu, kelompok memang memiliki penggemar fanatik tersendiri. Semisal contoh gugun blues shalter, dari namanya saja sudah bisa ditebak bahwa grub band ini jelas menganut aliran blues, bukan aliran keras loh. Grub yang sering dipanggil oleh fansnya GBS ini mungkin terlalu asing ditelinga masyarakat indonesia pada umumnya. Paling saking asingnya gugun blues shalter masih kalah tenar dengan trio macan atau goyang itiknya zaskia. Namun siapa sangka bahwa GBS sendiri memiliki banyak fans yang mayoritas bukan warga indonesia GBS memiliki fans fanatik di Eropa dan Amerika serikat. Setiap kali GBS tampil disana para pecinta blues dan fansnya sudah menunggu datang untuk melihat performnya.
Contoh lagi, grub band asal bandung yaitu mocca. Band ini adalah salah satu band indie dari banyak grub yang ada di Nusantara. Namun siapa bilang mocca ini nggak kondang ? Memang mocca di Indonesia gak banyak memiliki banyak penggemar, namun grub yang satu ini justru berkiprah dan mendapat ruang apresiasi di mancanegara. Seperti Jepang, Singapura hingga Swedia. Saya sebenarnya juga bingung mengapa kedua grub band tersebut malah banyak diapresiasi dinegeri orang namun dinegaranya sendiri kurang.
Hal demikian juga saya rasakan ketika dirumah bersama grup. Kebetulan beberapa anak muda disekitar rumah saya mempunyai bakat dan talenta dikesenian, gak jago sih tapi dalam proses menuju itu. Hingga suatu saat mereka membuat sebuah paguyuban seni, diantaranya Reyog Ponorogo yang berdiri pada tahun 2014 lalu. Alhamdulilah hingga sekarang masih berjalan dengan baik dan beberapa anak muda yang dulunya tidak memiliki kegiatan dirumah setelah mencoba bergabung dengan kami ia memiliki banyak kegiatan. Bahkan yang dulunya bukan penari namun sekarang bisa menghibur dan tampil yang ditonton banyak orang.
 Kelompok kami juga pernah bermain diluar kota bahkan luar pulau seperti bali. Seakan ruang apresiasi itu kurang berpihak kepada kami. Apa mungkin sudah bosan ya ? Padahal yang dibutuhkan seorang atau kelompok yang masih belajar seperti kami ini paling utama adalah tempat dan ruang apresiasi. Jadi jika sebuah gerombolan atau kelompok tersebut kurang mendapat apresiasi ditempat asalnya seiring berjalannya waktu mereka juga akan meninggalkan tempat tersebut dan mencari ruang apresiasi untuk karyanya. Kita ambil saja contoh. Ini ngomong soal cinta. Saya yakin bahwa diantara kalian pernah merasakan yang namanya jatuh cinta kan ? Misal, ketika sedang jatuh dengan seorang cewek apa yang dilakukan untuk cewek itu tersebut ? Pasti kalian ingin memberikan kasih sayang dan perhatian yang terbaik kepadanya, dengan tujuan agar si cewek juga tertarik kepadamu. namun bagaimana bila usahamu itu selalu diacuhkan dan kurang diperhatikan, sakit enggak ? padahal yang dibutuhkan si cowok hanyalah perhatian balik dari si cewek. Gak harus mau jadi pacarnya kok. Masih tetap menunggu kah kalian ? Atau pergi mencari cewek lain ?. Itu semisal hehhe jangan baper ya..


on Stage



on Stage


on Stage


Pembarong junior


Penari Bujangganong




Klono Sewandono


Kembali lagi ke bahasan kita tentang apresiasi. Jadi hal tersebut mirip dengan apa yang kami rasakan. Memang kami melakukan semua hal tersebut dengan senang hati. Dan ini yang menjadi salah satu kami bisa senang, ternyata secara gak sadar banyak orang diluar sana sudah mengapresiasi apa yang telah kami lakukan. Pada waktu itu saya sedang nongkrong di warkop tiba-tiba saja saya ditanya oleh seseorang yang belum saya kenal. Kapan reyognya main mas? Penonton fanatik sebenarnya sudah mulai terbentuk terbukti di beberapa pementasan kami bertemu dengan orang-orang yang hampir pasti mengikuti kami selama masih dalam jangkuan.


Perjuangan yang kami lakukan seolah tidak membuat dukungan dari pemerintah berpihak pada kami. Kami mencoba mengadakan pementasan rutin di balaidesa selain untuk mengisi waktu luang juga untuk memberikan tempat bagi teman-teman yang lain untuk menunjukkna kemampunyanya. Mbok bagaimanapun cinta kami kepada tanah kelahiran ini memang benar benar tulus dari dalam hati, jadi tolong jangan disiasiakan kesempatan yang memang berharga ini. Dan inilah harapan kami. kan eman kalau suatu saat tunas-tunas muda kita di "openi" pihak lain. 

Wednesday 8 February 2017

Raja Kera di Gunung Budheg Tulungagung

Ketika anda ke Gunung Budheg jika beruntung bisa melihat matahari terbit yang bagus, dan juga disaat yang sama dapat melihat awan yang indah. Memang puncak Gunung  Budheg menawarkan dua hal tersebut, namum yang perlu di sadari, namanya bergantung dengan alam, kita tidak bisa memaksa harus ketemu kedua hal itu saat kita mendaki.
Saya pernah melihat tempat yang mirip gunung budheg, mereka memberi nama B29 Lumajang. Sekali lagi ketika kita beruntung kita juga bisa melihat hal yang sama, apalagi dari puncak B29 kita dapat melihat gunung Bromo dari kejauhan. Bedanya, untuk mencapai puncak B29 kita bisa naik sepeda motor, jika tidak berani di sana juga ada ojek gunung. Namun jika anda menginginkan petualangan dan kenangan yang menarik silahkan jalan kaki. Anda akan bertemu dengan mie kriuk di beberapa titik. Berbeda dengan B29, Gunung Budheg tidak bisa kita capai dengan menggunakan kendaraan bermotor. yup, kita harus jalan kaki. Bila takut tersesat atau merasa kurang pengalaman, tenang disana anda bisa mengajak pemandu dengan tarif yang bisa diobrolkan.
Meski di puncak belum tentu bertemu dengan sunrise dan awan yang bagus, tenang saja disana kita masih bisa bertemu dengan kera-kera liar. Kera disana masih lumayan banyak dan kelihatannya sudah tidak terlalu takut dengan manusia, terbukti ketika salaha satu kawan memberi roti kera tersebut berani mengambil dan seolah sudah biasa makan roti. Saya sendiri kurang tahu seperti apa hierarki kera disana yang jelas ada satu kera yang memiliki tubuh paling besar. Ketika kera ini datang, kera yang lain pada menyingkir, takut mungkin atau memang si besar adalah raja kera di Gunung Budheg.





                                                               raja kera sedang makan roti

                                             Anak buah kera sedang mencoba menangkap roti


Awalnya ada salah satu kera yang mendekati kami, kera itu menggendong anaknya yang masih kecil. Salah satu kawan melemparkan roti di dekatnya, tanpa ragu-ragu kera tersebut langsung mengambil roti dan memakannya. Ketika sudah habis, kawan saya memberinya lagi dan kejadian pun berulang hingga tiba-tiba datanglah si Raja kera, maka langsung menyingkirlah kera-kera yang lain.

Saya mencoba memberi roti langsung tanpa dilempar, ternyata raja kera berani mengambil langsung dari tangan saya. wah, ini tambah menarik, hal yang sama coba diulang oleh kawan saya dan ternyata Raja Kera berani mengambil juga. lama kelamaan Raja kera pergi, mungkin dia Bosan, tahu sendiri kan temen-teman saya membosankan makanya mereka jomblo, duh kok curhat. ketika Raja kera pergi, datang kera-kera yang lain untuk ikut menikmati roti dari kami. wah, enaknya....
Tiba-tiba raja kera kembali, dan kera-kera lainnya bubar, kami hanya bisa tertawa melihat hal tersebut. tanpa bisa memihak atau melakukan sesuatu, namun yang jelas kami belajar bahwa di dunia kera, ketika ada yang memiliki badan paling besar, lainnya harus takut hehe. Namun tentu beda ketika di dunia manusia kan?? atau anda masih menganut hal tesebut??


                                                                     Team dibalik layar