Ide awalnya sederhana kita perlu nambah
pengalaman pentas, mungkin efek dari melihat hari tari dunia tahun
2015 di Solo. Saat itu kita sempat melihat pementasan di SMKI
Surakarta. 29 (songolikuran), tiap bulan mereka pentas di pendopo
sekolahan. Ternyata ada acara sebelumnya kalau g salah 26
(nemlikuran) terus 27 (pitulikularan).
Pemikiran ini mengendap sekitar 1
tahun, hanya sebatas wacana. Hingga suatu saat kita sepakat untuk
memulainya tanggal 23 April kita harus bisa mewujudkan pementasan di
Balaidesa Pulosari kecamatan Ngunut. Saat itu ternyata Adi telo yang ketiban sampur jadi ketua
panitia.
Sebelum pementasan ini kami perlu
mencari tambahan amunisi baik terkait pendanaan, konsep juga
kemantapan hati. Oke, akhirnya kita selama seminggu mencari info
sebanyak-banyaknya tentang acara yang akan digelar. Sebenarnya acara
ini inginnya minggu pertama tiap awal bulan, namun ada pertimbangan
yang akhirnya kita sepakat tiap malam minggu, minggu ke 3 (telu).
Saat itu saya mencari info ke mas Aziz
di Ponorogo, kebetulan kita dulu pernah ngerjakan proyek pembuatan
film bareng. Mas Aziz sutradaranya, saya tukang bawa tas, klop kan??.
kita ngobrol di salah satu warkop di Ponorogo. Ternyata mas Aziz
pernah membikin acara yang hampir sama, festival bulan Thok (bulan
purnama bahasa sunda).
Godaan akan muncul menginjak acara ke 3, saat itu kita sudah mulai kehabisan dana. Namun bila itu terlewati akan muncul lagi godaan di bulan ke 6 dimana idealis kita akan tertantang dengan kapitalis. Akan ada godaan uang lagi, bukan kekurangan namun bisa lebih malah.
Saya hanya bisa manggut-manggut dan tidak lupa mengetik apa-apa yang perlu saya diskusikan nanti di rumah.
Godaan akan muncul menginjak acara ke 3, saat itu kita sudah mulai kehabisan dana. Namun bila itu terlewati akan muncul lagi godaan di bulan ke 6 dimana idealis kita akan tertantang dengan kapitalis. Akan ada godaan uang lagi, bukan kekurangan namun bisa lebih malah.
Saya hanya bisa manggut-manggut dan tidak lupa mengetik apa-apa yang perlu saya diskusikan nanti di rumah.
Obrolan bertambah panjang, hingga
muncul nama Baledesaku Baleseniku dari mulut mas Aziz. Nama itu yang
akhirnya kita sepakati untuk digunakan. Dan sayapun sudah meminta
ijin kepada empunya. Banyak ide pementasan yang mungkin bisa kita
tampilkan.
Grup Calung Surapuri yang ikut memeriahkan suasana
Mbak-Mbak nya ikut nyanyi
Mc nya, Mas Bon dan Mas kelig dari kediri
Bujangganong
Jathilan
Klini Sewandini (karena kecil)
Sepulangnya dari Ponorogo kita
berkumpul dan membahas hal-hal apa yang perlu dipersiapkan. Dan ide
apa yang diperoleh setelah pengembaraan. Akhirnya kita memutuskan
untuk pentas perdana tanggal 23 April 2016 bertempat di Balai Desa.
Talent yang ditampilkan, yang pertama calung, dilanjutkan dengan
pementasan Reog Ponorogo. Pemilihan ini didasari pada calung dan reog
pemainnya sebagian besar adalah panitia juga sehingga lebih mudah
pengkondisian dan pendanaan hehe.
dadak merak
Setelah memperoleh ijin dari kepala
desa kita melanjutkan pemberitahuan ke Polsek Ngunut. Saat itu kita
memperoleh bantuan dana dari Desa sebesar Rp 500.000,- sedangkan
kebutuhan kita lebih dari itu. Untuk menutup kekurangan, kami meminta
bantuan kepada warga yang peduli dan Alhamdulillah kita bisa menutup
kekurangan tersebut.
Terima kasih semua, perangkat desa,
warga, pengisi acara, panitia dan semua pihak yang membantu, anda
semua Hebat.
Sampai jumpa pada acara Baledesaku Baleseniku #2 di bulan selanjutnya.
Sampai jumpa pada acara Baledesaku Baleseniku #2 di bulan selanjutnya.
Tulisam keren kak,klik disini
ReplyDeleteArtikelnya keren. Follow back ya. KLIK TULISAN INI
ReplyDelete