Tuesday 31 March 2015

Asal Usul Tombak Kyai Upas 1

Cerita tentang asal-usul tombak kyai upas banyak beredar di masyarakat. Cerita ini merupakan salah satu riwayat dari keluarga Pringgo Koesoemo. Cerita ini dimuat di buku Sejarah dan Babat Tulungagung terbitan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tulungagung.

 
Sumber. Tulungagung.go.id



Pada akhir Pemerintahan Mojopahit banyak keluarga raja yang membuang gelarnya sebagai bangsawan dan melarikan diri ke Bali, Jawa Tengah, Jawa Barat.
Salah seorang keluarga raja bernama WONOBOJO melarikan diri ke Jawa Tengah dan babad hutan disekitar wilayah Mataram sekat rawa Pening Ambarawa. Wonobojo mempunyai anak yang bernama MANGIR.

Setelah Wonobojo dapat membabat hutan maka ia bergelar Ki Wonobojo, dan dukuh tersebut dinamakan dukuh MANGIR sesuai dengan nama puteranya.
Pada suatu hari Ki Wonobojo mengadakan selamatan BERSIH DESA.
Banyak pemuda pemudi yang membantu didapur. Diantara orang-orang yang berada di dapur terdapat seorang pemudi yang lupa membawa pisau, dan terpaksa meminjam pisau dari Ki Wonobojo. Ki Wonobojo bersedia meminjaminya, tetapi karena pisau yang dipinjamkan itu pisau pusaka, maka ada pantangannya, ialah jangan sekali-2 ditaruh dipangkuan.
Tetapi sang pemudi itu lupa. Pada waktu ia beristirahat, pisau itu dipangkunya, dan seketika itu musnahlah pusaka tadi. Dengan hilangnya pisau tersebut sang pemudi hamil.
Ia menangis dan menceritakan persoalan ini kepada Ki Wonobojo.
Ki Wonobojo sangat prihatin, dan pergi bertanya di puncak gunung Merapi.
Ketika telah datang saatnya melahirkan, maka sang ibu yang hamil itu bukannya melahirkan bayi, tetapi berupa Ular Naga. Ular itu diberi nama BARU KLINTING. Baru Klinting dibesarkan di rawa pening. Setelah menjadi dewasa, maka ia menanyakan siapa ayahnya, dan dijawab oleh sang ibu bahwa ayahnya ialah Ki Wonobojo yang pada waktu itu sedang bertapa di puncak gunung Merapi.
Baru Klinting menyusul ayahnya, pergi ke gunung Merapi.ki Wonobojo mau mengakui sebagai anaknya, asalkan Baru Klinting dapat melingkari puncak Merapi.

Baru Klinting segera mencoba melingkarinya, tetapi ketika kurang sedikit ia menjulurkan lidah untuk menyambung antara kepala dan ekornya. Ki Wonobojo setelah mengetahui hal itu segera memotong lidah Baruklinting terebut, yang mana setelah putus lalu berubah menjadi sebilah tombak.
Baru Klinting melarikan diri ke selatan, dan setelah mengetahui bahwa Ki Wonobojo mengejarnya, ia lalu menyeburkan diri ke laut yang kemudian berubah menjadi sebatang kayu. Kayu tersebut diambil oleh Ki Wonobojo dan dipergunakan sebagai LANDEAN dari pada tombaknya. Tombak tersebut dinamakan KYAI UPAS, dan ketika Ki Wonobojo meninggal dunia, pusaka itu dimiliki oleh puteranya yang bernama Mangir.
Setelah ia menggantikan kedudukan ayahnya lalu bergelar Ki Adjar Mangir.
Ki Adjar Mangir menjadi seorang yang kebal karena pusakanya. Desanya menjadi ramai dan banyak pendatang yang bertempat tinggal di situ.
Ki Adjar Mangir akhirnya tak mau tunduk kepada Mataram, dan ingin berdiri sendiri. Ia melepaskan diri dari ikatan kekuasaan raja.

Setelah sang raja mengetahui tindakan Ki Adjar, maka lalu diadakan musyawrah dengan keluarga Kraton, bagaimana caranya agar dapat menundukan Ki Adjar Mangir kembali. Kalau diadakan kekerasan tak mungkin karena Ki Adjar memiliki senjata ampuh sebagai pusaka kepercayaannya.
Bilamana Mataram menang, tidak akan harum namanya tetapi andaikata kalah tentu sangat memalukan. Akhirnya diperoleh suatu cara yang dapat memancing ikan tetapi tidak mengeruhkan airnya. Dikirimkannyalah rombongan telik sandi yang berpura-pura mbarang jantur untuk menyelidiki kelemahan Ki Adjar Mangir. Putra putri dari sang Raja telah dikorbankan untuk menjadi waranggono dan masuk ke desa Mangir. Jebagan sang Raja mengenai sasarannya.
Ketika Ki Mangir mengetahui ada orang mbarang jantur, dan waranggononya kelihatan cantik, maka ia terpikatlah.

Setelah menangkapnya, maka tertariklah ia akan kecantikannya sang laku sandi, sehingga kemudian terpaksa ditanyakan untuk dijadian istrinya. Terjadilah perkawinan antara Ki Mangir dan putri Raja.
Setelah lama hidup bersuami istri, maka pada suatu hari sang Putri menceritakan bahwa sebenarnya ia berasal dari Mataram, termasuk keluarga bahkan putra putri dari sang Radja.
Ia mengatakan meskipun radja Mataram itu musuh daripada Ki Mangir, namun mengingat bahwa sekarang ia menjadi mertuanya, malah tidak sebaiknya sebagai putra menantu mau menghadap untuk menghaturkan sembah bakti.
Bilamana Ki Adjar Mangir dianggap berdosa dan bersalah, maka sang Putri berserdia memohonkan maaf kepada sang Raja sebagai ayahnya.

Dari desakan istrinya akhirnya Ki Adjar Mangir meluluskan permohonan sang Putri dan bersama-sama menghadap Raja. Pusaka tombak juga dibawanya. Tetapi karena tujuannya untuk menghaturkan sembah bakti, maka pusaka tersebut tidak dibawanya masuk kraton. Alkisah ketika Ki Mangir sedang menghaturkan sungkem kepada Raja, maka kepalanya dipegang oleh bapak mertuanya dan dibenturkan pada tempat duduknya yang dibuat dari batu pualam, sehingga Ki Adjar Mangir meninggal pada saat itu juga. Batu ntuk membenturkan kepala Ki Adjar itu menurut ceritera masih ada, ialah di Kota Gede dan disebut WATU GATENG, yang mana sekarang menjadi objek touris.

Ki Adjar Mngir dimakamkan di Kota Gede dekat makam Raja. Adapun makamnya Mangir separo badan ada didalam tembok sedang yang separo berada di luar. Ini menandakan bahwa meskipun ia musuh Raja juga termasuk anak menantu.
Sepeninggal Ki Mangir terserang pageblug, menurut kepercayaan yang menjadi sebabnya adalah pusaka Kyai Upas.

Adapun yang kuat ketempatan ialah putra Raja yang menjadi Bupati di Ngrowo (Tulungagung sekarang). Hal ini sesuai dengan asal usulnya pusaka, ialah bahwa Baru Klinting pernah dibesarkan di daerah rawa-rawa.
Semenjak itu pusaka Kyai Upas menjadi pusaka keluarga yang turun- temurun bagi para Bupati yang menjabat di Tulungagung.

No comments:

Post a Comment