Sunday 28 February 2016

Paguyuban Seni Reog Ponorogo “Cahaya Budaya”

Paguyuban Seni Reog Ponorogo “Cahaya Budaya”
 Ngunut, Tulungagung
Oleh: Lubi

Reog Ponorogo, kesenian asli Indonesia dan merupakan maskot kota Ponorogo ini sudah melanglang buana hampir di seluruh asia tenggara dan menjadi salah satu warisan seni budaya kebanggan Indonesia yang unik dan memiliki nilai jual pariwisata tinggi. Bahkan baru-baru ini terdengar kaba bahwa Reog Ponorogo akan didaftarkan ke UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia seperti yang dilansir dalam "http://www.metrovnews.com"  dengan tujuan agar kesenian asli Indonesia ini lebih mendunia.
 
                               

Pentas Pertama Kali



Pentas di Alun-alun Tulungagung


Narsis sebelum Pentas

Berbagai macam cara dilakukan untuk tetap melestarikan kesenian warisan leluhur yang tidak ternilai harganya ini salah satunya dengan mempelajari, mengembangkan dan sering mementaskan Reog Ponorogo di event-event besar maupun kecil mulai Festival Reog Nasional hingga acara khitanan, semua dilakukan demi eksistensi Reog Ponorogo di tanah air. Maka dari itu terdapat banyak paguyuban seni reog ponorogo yang ada di Indonesia khususnya di sekitar pulau jawa dan Jakarta, karena Jakarta sudah dikenal banyak orang jadi saya tidak perlu membahas reog yang ada di Jakarta tapi saya akan mengkesplor paguyuban seni reog ponorogo yang one and only di kawasan ngunut, sebuah kecamatan yang cukup luas di sebelah timur pusat kota tulungagung. Pekenalkan kita adalah ‘’CAHAYA BUDAYA’’ yaappp cahaya adalah sinar dan budaya sendiri adalah kebudayaan yang bekembang di masyarakat lalu diwariskan dari generasi ke generasi, jadi harapan dari nama yang kita sandang adalah sebuah sinar terang yang dipancarkan dari generasi muda untuk menerangi kebudayaan dalam masyarakat utamanya dalam bidang seni tradisi yang saat ini mulai redup akan perhatian.

Jangan Lupa baca : Pantai Sine


Dari nama kita beranjak ke sejarah terbentuknya PSRP Cahaya Budaya. Terbentuk lebih dai 1 th yang lalu, Berawal dari sekelompok pemuda Pulosari, Ngunut yang memiliki basic dalam bidang musik karena kebetulan mereka memiliki grup calung yang sering mengikuti lomba yang diadakan di Tulungagung tapi bukan hanya itu tolak ukur yang dapat menjadikan terbentuknya paguyuban Reog kami ini, tetapi juga karena kepulangan sosok misterius yang telah lama merantau di Jember untuk menyelesaikan study S1 nya di Universitas Jember. Perlu kalian ketahui bahwa sosok semampai (semester tak sampai) ini ternyata memiliki pengalaman yang cukup banyak di bidang Reog Ponorogo. Suatu saat grup calung pemuda pulosari ini selesai mengikuti lomba dan kebetulan Juara 1. Saat itulah mas Cahyo memberikan penawaran untuk mendirikan sebuah grup Reog Ponorogo kepada mas Pristiyono (mas Apris, atau Rembol) yaa ternyata sosok misterius yang semampai tadi adalah mas Apris yang saat ini menjabat sebagai ketua paguyuban kami. Penawaran tersebut tidak langsung di iya-kan oleh mas apris beliau perlu puasa 7 hari 7 malam, dan bertapa di bantaran sungai Brantas selama 21 hari. Alaah tidak sekonyol itu ternyata mas Apris hanya perlu melakukan konverensi meja bamboo bersama dengan mas Ebrin dan mas Irwan entah apa yang mereka bahas dan apa yang menjadi pertimbangan mereka yang jelas hasil musyawarah memutuskan bahwa tawaran tersebut diterima. Mas Cahyo yang selaku pemberi penawaran tadi akhirnya memfasilitasi seluruh keperluan reog kami. Peralatan yang ada dirasa sudah cukup untuk membangun sebuah paguyuabn seni tapi ternyata pada saat itu anggotanya masih 17 orang yang Alhamdulillah semuanya cowok dan murni manusia bukan makhluk astral. Pada saat itu kami memiliki seorang pelatih mas Benut namanya beliau membantu dan mengarahkan kami hingga sudah jadi tarian yang siap dipertunjukkan, pentas pertama betempat di rumah Mas Cahyo dalam rangka Suroan. Beberapa bulan kemudian disusul dengan pentas di aloon-aloon kota Tulungagung dalam rangka hari jadi kabupaten tulungagung yang menjadi pentas pertama di hadapan ratusan penonton yang memadati aloon-aloon. Tapi hanya 4 bulan kami berada dalam genggaman mas Benut karena urusan pekerjaan beliau meninggalkan kita yang sedang imut-imutnya, untungnya kami sudah memiliki sedikit bekal untuk berkarya sendiri tanpa pelatih, semenjak itu hingga saat ini kami membuat garapan kami sendiri didampingi mas Apris tapi sesekali mendatangkan pelatih dari Ponorogo ketika dirasa kita benar-benar sudah hilang arah dan memerlukan bimbingan dan arahan dari tenaga ahli.

Panggung ke panggung kita jajaki tidak terasa kini kami sudah memiliki lebih dari 60 anggota aktif mulai dari anak-anak, remaja hingga tua dan sudah mulai terasa dampak positif dari terbentuknya paguyuban ini. Karena kami memiliki visi dan misi. Membentuk solidaritas dalam diri pemuda pulosari tidak hanya pada seni tetapi pada lingkungan masyarakat sekitar dan memberikan wadah untuk para pemuda agar senantiasa berkegiatan produktif dan bersifat pengembangan diri merupakan visi kami dan misi kami adalah 1. mengajarkan kawula muda berorganisasi 2. Memperkenalkan Pulosari ke dunia luar sebagai pusat kesenian yang menjunjung tinggi solidaritas sesama manusia. Jadi image berkesenian yang bertujuan mengibur dan bersenang-senang ini kami jadikan sarana untuk bermain sambil belajar, belajar berbudaya, belajar saling menghargai dan memahammi, belajar mengeksplor bakat yang kita miliki dan masih banyak yang dapat kita pelajari dalam sebuah paguyuban yang bisa dibilang masih cukup muda ini.
Saya sendiri (sudah biasa sendiri) sebenarnya masih kurang lebih 4 bulan bergabung bersama Cahaya Budaya tapi saya sudah terkontaminasi oleh teman-teman yang lebih dulu tergabung dalam grup. Menjadi lebih sering menulis, salah satu efek yang saya rasakan setelah bergabung dengan mereka memang tidak semuanya gemar menulis namun beberapa memang ada basic menjadi penulis, mungkin karena ketuanya juga gemar dan lihai menulis jadi beberapa anak buahnya pun jadi terjangkit virus menulis. yaaa tidak hanya virus menulis yang beliau tularkan tetapi nampaknya virus jomblo juga telah ditularkan pada kami (aampuun mas) tidak dapat dielak bahwa saya menjadi lebih sering menulis karena di dalam sana ada sesorang yang juga suka menulis jadi saya terbawa arus yang sedang di alirkan olehnya, aahh lucu aja tapi memang sebenarnya dari dulu saya sudah suka menulis kok tapi tidak seperti sekarang.

Baca Juga : Pasar Senggol

Bersyukur sekali dapat bergabung dan ternyata berdampak positif bagi diri saya, ini masih 4 bulan looh harapannya makin lama dampaknya makin banyak dan makin positif begitupula teman-teman anggota Cahaya Budaya yang lain, pasti banyak efek yang mereka rasakan hanya saja mereka malu untuk menuangkan dalam bentuk tulisan. Jadi biarlah mereka rasakan dan nikmati efeknya sendiri yang penting membawa barokah bagi mereka masing-masing. Sudah Nampak jelas kan kalau disini kita tidak hanya berkesenian dan main-main tapi kami benar-benar berinteraksi dengan lingkungan sekitar, berkembang dan  maju bersama dalam bentuk suatu tim yang solid. Saya bangga akan paguyuban yang saya ikuti ini dan saya cinta seluruh keluarga besar PSRP Cahaya Budaya, kamu khusunya! eeeaaa….

Sedikit cerita yang saya bagikan tadi bersumber dari mas Gibrelyn selaku wakil ketua dan beberapa dari mas Apris, ya maklumlah kan saya anak baru jadi tidak tau seluk beluknya kalau tidak Tanya ke sesepuhnya dulu. Sejarah terbentuknya cahaya budaya saya kombinasikan dengan sedikit pribadi saya motivasinya sih biar saya ikut eksis juga, udah gitu aja.

Cahaya Budaya Hokyaaaaa.......

No comments:

Post a Comment