Wednesday 1 April 2015

PERANAN KYAI UPAS SEBAGAI PENOLAK BANJIR

Baik dari bupati-bupati lama, dari keluarga Pringgokoesoemo maupun dari masyarakat Tulungagung sendiri timbul suatu kepercayaan, bahwa pusaka kyai Upas adalah pusaka bertuah penolak banjir dan penjaga ketentraman bagi daerah kabupaten Tulungagung. Tidak sedikit cerita – cerita mengenai hal ini diantaranya :
I. Waktu R.M. Moesono masih kanak-kanak dan berkumpul serumah dengan eyangnya putri Pringgokoesoemo, pernah diberi keterangan, bahwa sebelum tahun 1895 Tulungagung pernah mengalami banjir besar sampai air masuk ke alun-alun dan rumah Kabupaten. Pada waktu itu pusaka Kyai Upas tidak berada di Tulungagung melainkan dibawa oleh R. Pringgokoesoemo ketika masih menjabat Wedono di Pare (Kediri). Masyarakat mempunyai kepercayaan bilamana pusaka Kyai Upas dibawa kembali ke Tulungagung, air bah akan hilang. Pendapat itu ternyata benar, dengan pembuktian ketika R. Pringgokoesoemo Wedono Pare diangkat oleh Pemerintah Belanda menjadi Bupati Tulungagung dan pusaka Kyai Upas ikut di boyong maka ternyata banjir Tulungagung sangat berkurang.

Pada tahun 1942 Kabupaten Tulungagung tertimpa bahaya banjir yang luar biasa sampai terciptakan lagu “Oh nasib Tulungagung”.
Pusaka Kyai Upas pada waktu itu dijaga tidak berada di Tulungagung karena dibawa ke Surabaya untuk pengayoman dengan tujuan bilamana tentara sampai masuk ke kota Surabaya janganlah sampai timbul pertumpahan darah dan keadaanya lekas menjadi aman.

Timbullah suatu rabaan dari P.A Sosrodiningrat banjirnya Tulungagung dikarenakan pusaka daerah selang tidak berada di tempatnya.
Dengan segera beliau pergi ke Surabaya untuk mengambilnya.
Pusaka itu ditaruhnya didalam mobil tetapi mengingat penjangnya landean terpaksa sampai mengorbankan memecah kaca mobil bagian muka dan belakang.

Setelah pusaka kembali ke Tulungagung, maka air menjadi surut.

No comments:

Post a Comment